Senin, 18 April 2011

PEMULIAAN TANAMAN DAN PERANANNYA

Tanaman C3,C4, dan CAM

Berdasarkan tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu C3, C4, dan CAM (crassulacean acid metabolism). Tumbuhan C4 dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering dibandingkan dengan tumbuhan C3. Namun tanaman C3 lebih adaptif pada kondisi kandungan CO2 atmosfer tinggi. Sebagian besar tanaman pertanian, seperti gandum, kentang, kedelai, kacang-kacangan, dan kapas merupakan tanaman dari kelompok C3. Tanaman C3 dan C4 dibedakan oleh cara mereka mengikat CO2 dari atmosfir dan produk awal yang dihasilkan dari proses assimilasi. Pada tanaman C3, enzim yang menyatukan CO2 dengan RuBP (RuBP merupakan substrat untuk pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis) dalam proses awal assimilasi, juga dapat mengikat O2 pada saat yang bersamaan untuk proses fotorespirasi ( fotorespirasi adalah respirasi,proses pembongkaran karbohidrat untuk menghasilkan energi dan hasil samping, yang terjadi pada siang hari) . Jika konsentrasi CO2 di atmosfir ditingkatkan, hasil dari kompetisi antara CO2 dan O2 akan lebih menguntungkan CO2, sehingga fotorespirasi terhambat dan assimilasi akan bertambah besar. Pada tanaman C4, CO2 diikat oleh PEP (enzym pengikat CO2 pada tanaman C4) yang tidak dapat mengikat O2 sehingga tidak terjadi kompetisi antara CO2 dan O2. Lokasi terjadinya assosiasi awal ini adalah di sel-sel mesofil (sekelompok sel-sel yang mempunyai klorofil yang terletak di bawah sel-sel epidermis daun). CO2 yang sudah terikat oleh PEP kemudian ditransfer ke sel-sel "bundle sheath" (sekelompok sel-sel di sekitar xylem dan phloem) dimana kemudian pengikatan dengan RuBP terjadi. Karena tingginya konsentasi CO2 pada sel-sel bundle sheath ini, maka O2 tidak mendapat kesempatan untuk bereaksi dengan RuBP, sehingga fotorespirasi sangat kecil and G sangat rendah, PEP mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap CO2, sehingga reaksi fotosintesis terhadap CO2 di bawah 100 m mol m-2 s-1 sangat tinggi. , laju assimilasi tanaman C4 hanya bertambah sedikit dengan meningkatnya CO2 Sehingga, dengan meningkatnya CO2 di atmosfir, tanaman C3 akan lebih beruntung dari tanaman C4 dalam hal pemanfaatan CO2 yang berlebihan. Contoh tanaman C3 antara lain : kedele, kacang tanah, kentang, dll contoh tanaman C4 adalah jagung, sorgum dan tebu. 1. Tanaman C3 dalam fotosintesis C3 berbeda dengan C4,pada C3 karbon dioxida masuk ke siklus calvin secara langsung. Struktur kloroplas pada tanaman C3 homogen. Tanaman C3 mempunyai suatu peran penting dalam metabolisme, tanaman C3 mempunyai kemampuan fotorespirasi yang rendah karena mereka tidak memerlukan energi untuk fiksasi sebelumnya. Tanaman C3 dapat kehilangan 20 % carbon dalam siklus calvin karena radiasi, tanaman ini termasuk salah satu group phylogenik. Konsep dasar reaksi gelap fotosintesis siklus Calvin (C3) adalah sebagai berikut: CO2 diikat oleh RUDP untuk selanjutnya dirubah menjadi senyawa organik C6 yang tidak stabil yang pada akhirnya dirubah menjadi glukosa dengan menggunakan 18ATP dan 12 NADPH.Siklus ini terjadi dalam kloroplas pada bagian stroma.Untuk menghasilkan satu molekul glukosa diperlukan 6 siklus C3. Naungan Merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi intensitas cahaya yang terlalu tinggi. Pemberian naungan dilakukan pada budidaya tanaman yang umumnya termasuk kelompok C3 maupun dalam fase pembibitan Pada fase bibit, semua jenis tanaman tidak tahan IC penuh, butuh 30-40%, diatasi dengan naungan Pada tanaman kelompok C3, naungan tidak hanya diperlukan pada fase bibit saja, tetapi sepanjang siklus hidup tanaman Meskipun dengan semakin dewasa umur tanaman, intensitas naungan semakin dikurangi Naungan selain diperlukan untuk mengurangi intensitas cahaya yang sampai ke tanaman pokok, juga dimanfaatkan sebagai salah satu metode pengendalian gulma Di bawah penaung, bersih dari gulma terutama rumputan Semakin jauh dari penaung, gulma mulai tumbuh semakin cepat Titik kompensasi gulma rumputan dapat ditentukan sama dengan IC pada batas mulai ada pertumbuhan gulma Tumbuhan tumbuh ditempat dg IC lebih tinggi dari titik kompensasi (sebelum tercapai titik jenuh), hasil fotosintesis cukup untuk respirasi dan sisanya untuk pertumbuhan Dampak pemberian naungan terhadap iklim mikro Mengurangi IC di sekitar sebesar 30-40% Mengurangi aliran udara disekitar tajuk Kelembaban udara disekitar tajuk lebih stabil (60-70%) Mengurangi laju evapotranspirasi Terjadi keseimbangan antara ketersediaan air dengan tingkat transpirasi tanaman 2. Tanaman C4 Tebu (Saccharum officinarum), jagung (Zea mays), dan tumbuhan tertentu lain tidak mengikat karbon dioksida secara langsung. Pada tumbuhan ini senyawa pertama yang terbentuk setelah jangka waktu pelaksanaan fotosintesis yang sangat pendek, bukanlah senyawa 3-C asam fosfogliserat (PGA), melainkan senyawa 4-C asam oksaloasetat (OAA). Metode alternatif fiksasi karbon dioksida untuk fotosintesis ini disebut jalur Hatch-Slack. Tumbuhan yang menggunakan jalur ini disebut tumbuhan C4 atau tumbuhan 4 karbon 3. CAM Berbeda dengan gerakan stomata yang lazim, stomata tumbuhan CAM membuka pada malam hari, tetapi menutup pada siang hari. Pada malam hari jika kondisi udara kurang menguntungkan untuk transpirasi, stomata tumbuhan CAM membuka, karbon dioksida berdifusi ke dalam daun dan diikat oleh sistem PEP karboksilase untuk membentuk OAA dan malat. Malat lalu dipindahkan dari sitoplasma ke vakuola tengah sel-sel mesofil dan di sana asam ini terkumpul dalam jumlah besar. Sepanjang siang hari stomata menutup, karena itu berkuranglah kehilangan airnya, dan malat serta asam organik lain yang terkumpul didekarboksilasi agar ada persediaan karon dioksida yang langsung akan diikat oleh sel melalui daur calvin.

BUDAYA LOKAL MASYARAKAT NELAYAN

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari beribu-ribu pulau, dimana dua per tiga wilayahnya terdiri dari lautan. Kondisi ini menyediakan potensi sumber perikanan yang sangat besar. Sejak dulu nenek moyang telah mengenal manfaat laut, baik sebagai media perhubungan, pertahanan, pendidikan maupun sebagai sumber bahan pangan alam. Dengan keanekaragaman potensi laut Indonesia demi membangun masyarakatnya demi kesejahteraan sekarang dan di masa yang akan datang. Wilayah laut Indonesia mencakup 12 mil ke arah garis pantai. Selain itu Indonesia memiliki wilayah yuridiksi nasional yang meliputi Zona Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil dan landas kontinen sampai sejauh 350 mil dari garis pantai. Wilayah Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati dan potensi perikanan laut merupakan asset yang sangat besar bagi petumbuhan ekonomi Indonesia. Potensi perikanan laut meliputi alat tangkap perikanan baik yang tradisional maupun modern, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan. Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di tepi-tepi pantai laut terutama di kawasan pesisir pantai barat sumatera bermata pencaharian sebagai nelayan sebagian besar menggunakan teknologi penangkapan ikan yang masih bersifat tradisional dan sebagian kecil memiliki alat penangkapan yang modern. Secara garis besar nelayan berdasarkan alat penangkapan ikan dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu : 1. Nelayan berdasarkan pemilikan alat penangkapan, yang terbagi atas : a. Nelayan pemilik, yaitu nelayan yang mempunyai alat penangkapan, baik yang langsung turun ke laut maupun yang langsung menyewakan alat tangkapan kepada orang lain. b. Nelayan Buruh atau nelayan penggarap, yaitu nelayan yang tidak memiliki alat penangkap, tetapi mereka menyewa alat tangkap dari orang lain atau mereka yang menjadi buruh atau pekerja pada orang yang mempunyai alat penangkapan. 2. Berdasarkan sifat kerjanya nelayan, dapat dibedakan atas : a. Nelayan penuh atau nelayan asli, yaitu nelayan baik yang mempunyai alat tangkap atau buruh yang berusaha semata-mata pada sektor perikanan tanpa memiliki usaha yang lain. b. Nelayan Sambilan, yaitu nelayan yang memiliki alat penangkapan atau juga sebagai buruh pada saat tertentu melakukan kegiatan pada sektor perikanan disamping usaha lainnya. Secara sosial budaya, dikemukakan bahwa masyarakat nelayan memiliki ciri-ciri yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Alasannya adalah (1) terdapat interaksi sosial yang intensif antara warga masyarakat, yang ditandai dengan efektifnya komunikasi tatap muka, sehingga terjadi hubungan yang sangat erat antara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian hal tersebut dapat membangun terjalinnya hubungan kekeluargaan yang didasarkan pada simpati dan bukan berdasarkan kepada pertimbangan rasional yang berorientasi kepada untung rugi .(2) bahwa dalam mencari nafkah mereka menonjolkan sifat gotong royong dan saling membantu. Hal tersebut dapat diamati pada mekanisme menangkap ikan baik dalam cara penangkapan masupun dalam penentuan daerah operasi. Selain daripada itu, masyarakat nelayan yang bercirikan tradisional kurang berorientasi kepada masa depan, penggunaan teknologi masih sederhana, kurang rasional, relatif tertutup terhadap orang luar, dan kurang berempati. Pada zaman nenek moyang dahulu, para nelayan hanya menggunakan alat-alat yang sangat sederhana, seperti perahu yang kecil dengan pendayung yang kecil pula. Sekarang para nelayan telah menggunakan teknologi yang sudah maju, misalnya dengan memakai mesin tempel sebagai alat penggerak perahu serta alat penangkapan yang lebih baik. Keberadaan alat-alat penangkapan yang modern tersebut menjadikan masyarakat dapat menangkap ikan lebih banyak lagi dan waktu yang diperoleh dari hasil penangkapan ikan relatif kecil. Meskipun demikian, teknologi modern tersebut tidak sepenuhnya dikembangkan oleh nelayan. Masyarakat nelayan di Indonesia terutama di kawasan pesisir barat sumatera masih melaksanakan kegiatan di laut secara tradisional, seperti menangkap ikan dengan jala, pancing dan lainnya sehingga secara ekonomi mereka masih kurang beruntung, padahal kalau dilihat dari hasil penangkapan di laut secara keseluruhan sangat banyak. Kawasan perikanan pantai Sumatera Barat meliputi 6 (enam) daerah Kabupaten dan Kota, yaitu Pasaman, Agam, Padang Pariaman dan Pesisir Selatan serta Kepulauan Mentawai dengan jumlah nelayan sejumlah 32.367 orang yang terdiri atas 24.373 orang nelayan tetap dan sisanya sebanyak 7.994 orang adalah nelayan musiman. Jumlah perahu penangkapan adalah 7.526 yang terdiri atas perahu tanpa motor (4.399), perahu motor tempel ( 1.696) dan kapal motor (1.431). Lokasi daerah yang akan dipilih dalam penelitian ini adalah Kelurahan Bungus Selatan, tepatnya di Nagari Pasar Laban. Kelurahan ini meerupakan salah satu dari 13 Kelurahan di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kodya Padang. Dari ke 13 kelurahan yang ada, Kelurahan Bungus Selatan adalah salah satu daerah pantai yang letaknya terbentang memanjang dalam bentuk dataran sempit dari barat ke timur yang diapit oleh lautan Hindia dan daerah perbukitan. Kelurahan ini berada pada ketinggian 1 m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 300C dan curah hujan sekitar 306 mm per bulan. Di nagari Pasar Laban umumnya mata pencaharian masyarakatnya adalah sebagai nelayan dan merupakan kawasan perkampungan nelayan yang terletak dalam wilayah kotamadya Padang. Masyarakat nelayan di nagari Pasar Laban menggunakan teknologi penangkapan perikanan berdasarkan cara-cara penangkapan ikan yang masih bersifat tradisional, yaitu menangkap ikan dengan membagan, Memayang, memukat dan Menjaring dengan masing-masing jenis perahu/kapal yang berbeda. Dari ke empat budaya penangkapan ikan masyarakat nelayan tersebut terdapat beberapa tantangan masyarakat nelayan, seperti kurang baiknya kondisi ekonomi keluarga, makin banyaknya kapal-kapal nelayan yang beroperasi dalam jumlah yang besar sehingga masyarakat nelayan tergolong masyarakat yang miskin. Dengan semakin banyaknya teknologi penangkapan ikan, seperti jumlah perahu penangkapan yang semakin meningkat, maka masyarakat nelayan lokal dituntut untuk dapat mengembangkan teknologi perikanan yang lebih baik lagi melalui budaya lokal supaya mereka tidak tersingkir oleh keberadaan kapal-kapal modern nelayan lainnya. Budaya teknologi perikanan yang harus mereka kembangkan berupa cara penangkapan ikan yang relatif modern, pemasaran ikan dan terutama pembuatan kapal perahu yang sesuai dengan teknologi perikanan yang mereka pergunakan. Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang ingin penulis lihat adalah: 1. Bagaimana aktivitas teknologi penangkapan perikanan masyarakat nelayan yang dipengaruhi oleh budaya lokal setempat? 2. Bagaimana hubungan budaya lokal teknologi penangkapan perikanan dengan pemasaran ikan sehingga taraf hidup ekonomi masyarakat dapat ditingkatkan? 3. Bagaimana pengaruh budaya lokal setempat terhadap pemanfaatan teknologi penangkapan perikanan yang diterapkan selama ini dalam kiprah pemberdayaan masyarakat nelayan untuk peningkatan kesejahteraan hidup nelayan? 3. Tinjauan Pustaka Manusia dalam kehidupannya dituntut melakukan suatu usaha untuk mendatangkan hasil dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Usaha yang dilakukan dapat berupa tindakan-tindakan untuk memperoleh dan memanfaatkan sumber-sumber daya yang memiliki nilai ekonomis guna memenuhi syarat-syarat minimal atau kebutuhan dasar agar dapat bertahan hidup, dimana kebutuhan dasar merupakan kebutuhan biologis dan lingkungan sosial budaya yang harus dipenuhi bagi kesinambungan hidup individu dan masyarakat. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya serta menjadi kerangka landasan bagi terwujudnya kelakuan. Kebudayaan juga dilihat sebagai seperangkat mekanisme-mekanisme kontrol, yaitu rencana-rencana, resep-resep, aturan-aturan, instruksi-instruksi untuk mengatur tingkah laku. Dalam kehidupan masyarakat nelayan, kebudayaan umum lokal setempat sangat mempengaruhi aktivitas mereka dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan. Dilihat dari prespektif antropologis, masyarakat nelayan berbeda dari masyarakat lain, seperti masyarakat petani, perkotaan atau masyarakat di dataran tinggi. Prespektif antropologis ini didasarkan pada realitas sosial bahwa masyarakat nelayan memiliki pola-pola kebudayaan yang berbeda dari masyarakat lain sebagai hasil dari interaksi mereka dengan lingkungan beserta sumber daya yang ada didalamnya. Pola-pola kebudayaan itu menjdai kerangka berpikir atau referensi perilaku masyarakat nelayan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dilihat, dimensi pekerjaan, masyarakat nelayan terdiri atas 2 kelompok, yaitu: kelompok yang terkait (langsung) dan yang tidak terkait dengan aktifitas kelautan/perikanan. Kelompok yang terkait (langsung) dengan aktifitas kelautan/perikanan terdiri dari 2 sub kelompok, yaitu : sub kelompok pencari / penangkap hasil kelautan / perikanan dan pembudidaya hasil kelautan/perikanan. Sedangkan pencari hasil kelautan /perikanan meliputi pemilik alat produksi/tangkap seperti toke, juragan, bos, atau nama lain. Mereka pun beragam, bisa berada pada lapisan atas, menengah atau bawah. Kemudian juga masuk di dalamnya nelayan pekerja (buruh), nelayan mandiri, dan pedagang ikan (kecil, menengah, dan besar).Selanjutnya pembudidaya hasil kelautan / perikanan mencakup pemilik alat produksi, pekerja (buruh), nelayan pembudidaya mandiri, dan pedagang hasil budidaya kelautan/perikanan (kecil, menengah, dan besar). Kelompok yang tidak terkait (langsung) dengan aktifitas kelautan /perikanan seperti pedagang/pemilik warung makanan, pedagang kebutuhan sehari-hari, petugas koperasi, dan sebagainya. Dilihat dari dimensi sosial budaya, masyarakat nelayan dapat dibedakan antara: satu, kelompok yang melihat sumber daya kelautan/perikanan tidak terbatas, kapan saja selagi musim baik bisa dieksploitasi, dan tidak memiliki pe-rencanaan. Dua, kelompok yang melihat sumber daya kelautan/perikanan terbatas, namun untuk jenis tertentu sumber daya dapat dibudidayakan, dan memiliki perencanaan. Masyarakat nelayan memiliki kebudayaan yang unik yang berbeda dengan masyarakat lainnya, namun sebagian besar nelayan yang tergolong miskin merupakan nelayan artisanal yang memiliki keterbatasan kapasitas penangkapan baik penguasaan teknologi, metode penangkapan, maupun permodalan. Masalah kemiskinan juga disebabkan adanya ketimpangan pemanfaatan sumber daya ikan. Di satu sisi, ada daerah yang padat tangkap dengan jumlah nelayan besar terutama di Pantura Jawa. Di sisi lain ada daerah yang masih potential namun jumlah nelayannya sedikit seperti di Papua, Maluku, NTT dan Ternate. Masalah struktural yang dihadapi nelayan makin ditambah dengan persoalan kultural seperti gaya hidup yang tidak produktif dan tidak efisien. Secara alami ada interaksi yang sangat kuat antara ketersediaan sumber daya ikan, jumlah, perilaku, dan kapasitas nelayan serta ekonomi dari hasil usaha penangkapan. Oleh karena itu, kemiskinan nelayan harus dipandang sebagai suatu sistem yang memiliki komponen saling berinteraksi. Dengan demikian pendekatan yang paling tepat dalam penanggulangan kemiskinan adalah dengan pendekatan kesisteman. BAB II PEMBAHASAN 1. Aktivitas Teknologi Penangkapan Ikan Masyarakat Nelayan Yang Dipengaruhi Oleh Budaya Lokal Setempat. Kegiatan nelayan di Pasar Laban umumnya dilakukan secara berkelompok tetapi ada juga yang melakukannya secara perorangan. Kegiatan tersebut sebagian besar dilakukan oleh pihak laki-laki yang berumur diatas 15 tahun. Aktivitas penangkapan ikan pada masyarakat nelayan Pasar Laban, yaitu aktivitas membagan, memayang, memukat dan menjaring. Penangkapan ikan dengan membagan dilakukan pada waktu malam hari dengan menggunakan kapal yang disebut bagan dengan ukuran berkisar panjang antara 12 sampai 20 cm dan lebar berkisar antara 2 m sampai 4 m. Bagan ini ditandai dengan cadik yang telah dimodifikasi dengan menambah bagian-bagian tertentu, yaitu satu ruangan tempat mesin dan tempat beristirahat. Bagan ini dilengkapi dengan alat penerangan yaitu lampu TL neon yang berbentuk bulat sebanyak 100-150 buah yang mempunyai kekuatan 32 watt yang diletakkan di samping kiri dan kanan bagan. Lampu ini berguna sebagai alat penarik ikan supaya mendekat dan berkumpul sekitar bagan. Sedangkan alat untuk menangkap ikan dinamakan dengan waring yang berbentuk segi empat bujur sangkar dengan ukuran 18-20 m. Aktivitas membagan ini dilakukan selama 24 hari berturut-turut. Namun ketika sudah sampai pada umur 13-19 hari, maka sebagian besar nelayan tidak pergi membagan dikarenakan saat itu adalah saat bulan purnama (bulan terang) dimana ikan sulit diperoleh. Untuk mengisi waktu luang, biasanya para nelayan melakukan aktivitas lainnya seperti memukat dan menjaring ikan. Pembagian kerja di atas bagan lebih kurang 6-7 orang. Satu orang sebagai kapten kapal yang disebut dengan Tungganai dan yang lainnya disebut dengan anak buah kapal. Tungganai adalah juru mudi dalam mencari ikan dimana dapat atau tidaknya ikan tungganailah yang paling bertanggung jawab, sedangkan anak buah kapal bertugas menghidupkan mesin, memasak makanan dan minuman, menurunkan dan mengangkat waring. Selain aktivitas membagan, masyarakat nelayan Pasar Laban juga melakukan penangkapan ikan dengan cara memayang. Payang adalah jenis kapal penangkap ikan yang dipergunakan pada siang hari. Memayang dilakukan dari jam 7 pagi sampai sore hari atau tergantung pada banyaknya perolehan ikan. Memayang ini mempergunakan jaring yang panjangnya lebih kurang 400-500 m. Jumlah anggota memayang lebih banyak dari membagan dikarenakan aktivitas kerja di payang lebih sulit dan keras, yaitu berkisar lebih kurang 10 orang sampai 12 orang, yang terdiri dari pawang/kapten kapal, tukang konca (bertugas membawa kapal), tukang lomba (bertugas melemparkan jaring), tukang haluan (bertugas memperbaiki jaring supaya tidak tersangkut, tukang kendu ( bertugas memegang ujung jaring supaya ikan tidak keluar) dan yang lainnya bertugas sebagai penarik jaring. Aktiivitas penangkapan lainnya adalah dengan cara memukat. Penangkapan ikan dengan memukat dilakukan pada siang hari. Menangkap ikan dengan memukat ini dilakukan di tepi laut atau dikenal dengan pukek tapi. Alat yang digunakan untuk menangkap ikan adalah jaring yang panjangnya lebih kurang 300 m yang ditambah dengan tali untuk menariknya yang panjangnya lebih kurang 500 m. Bahan untuk jaring ini adalah benang titoron. Aktivitas memukat sebagian besar dilakukan oleh nelayan yang sudah tua. Selain itu, penangkapan ikan dengan menjaring dilakukan pada pagi atau sore hari. Pada pagi hari dimulai setelah shalat subuh sampai jam 10 pagi, sedangkan pada sore harinya setelah shalat ashar sampai jam 9 malam. Menjaring menggunakan sebuah perahu yang menggunakan mesin tempel. 2. Tehnik dan Budaya Pembuatan Kapal/Perahu Sebagian besar nelayan di Pasar Laban memiliki perahu (bahasa lokal: biduak) yang akan digunakan untuk mencari ikan di laut, baik yang milik sendiri maupun yang disewakan. Untuk perahu yang disewakan biasanya berkisar antara Rp.40.000 sampai Rp. 50.000 perharinya. Tehnik pembuatan kapal, baik kapal bagan maupun payang yang dilakukan oleh masyarakat Pasar Laban selama ini adalah memakai kayu yang didatangkan dari Pagai Kepulauan Mentawai. Dalam pembuatannya, pertama kali kayu dibentuk bulat atau pipih menjadi renggang, setelah itu kayu yang renggang tadi di bentuk dan baru dirapatkan keduanya. Dalam membentuk kayu tersebut hanya memakai pisau atau kapak. Waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan perahu tersebut dibutuhkan kira-kira satu minggu apabila tidak ada hambatan dalam pengerjaannya, namun waktu satu minggu itu tergolong waktu yang paling lama. Waktu kurang dari satu minggu bisa selesai apabila semua alat pembuatan perahu lengkap dan tidak ada pekerjaan lain yang dikerjakan oleh pembuat perahu tersebut. Biaya pembuatan perahu untuk 1 buah berkisar 2 jutaan. Hal tersebut dikarenakan faktor ketersediaan/pengadaan kayu yang cukup mahal dan ketersediaan kayu di wilayah Sumatera Barat pun tidak ada sehingga harus memesan terlebih dahulu ke daerah diluar Sumatera Barat. Dalam hal ini daerah penghasil kayu untuk pembuatan perahu banyak terdapat di daerah Kepulauan Mentawai. Sebenarnya pembuatan perahu bisa menggunakan kayu yang ada di wilayah Sumatera Barat namun dari sisi kualitas kurang baik dibandingkan dengan yang ada di Kepulauan Mentawai Apabila menggunakan kayu dari wilayah Kepulauan Mentawai maka daya tahan perahu yang dipakai kelaut lebih kurang 2 tahun, dan bahkan ada yang 3 tahun. Hal tersebut tergantung juga kepada pemakaian perahu tersebut selama melaksanakan aktivitas penangkapan ikan. Dalam pembuatan perahu nelayan, dalam masyarakat Pasar Laban terdapat tradisi-tradisi yang dilakukan sampai saat ini, seperti melakukan upacara sebelum pembuatan perahu maupun sesudah perahu selesai, yaitu memotong ayam untuk mendarahi perahu, kemudian membuat nasi kunyit, gulai ayam dan makan bersama-sama sebelum kelaut. Apabila perahu/sampan/kapal penangkap ikan mengalami kerusakan, biasanya masyarakat akan memperbaikinya sendiri atau ke kepada ahlinya atau tukang. 3. Aktivitas Ketika Akan Ke laut, Dilaut dan Sesudah dari Laut Membagan Aktivitas penangkapan ikan, yakni membagan biasanya akan berangkat atau turun ke laut sekitar jam 3 sore dan kembali jam 6 pagi, namun hal tersebut tergantung cuaca. Apabila cuaca baik maka aktivitasnya akan cepat/lancar dan apabila cuaca buruk maka bisa sampai berhari-hari. Sebelum turun ke laut para nelayan harus mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan selama di laut, yaitu bahan bakar minyak yang biasanya dalam satu kali dibutuhkan paling banyak 50 liter solar dan makanan dan minuman seperti beras, kopi, gula dan makanan kecil lainnya. Biaya operasional ketika pergi melaut, para nelayan mengeluarkan biaya operasional lebih kurang sekitar Rp 500.000,- yang dibiayai terlebih dahulu oleh pemilik kapal. Namun untuk seorang awak atau tungganai hanya mengeluarkan biaya rokok dan lauk pauk (samba) yang harus dibawa dari rumah sekitar Rp 10.000,-. Biaya awal untuk operasional melaut biasanya hanya menggunakan uang satu orang yaitu pemilik kapal / induak samang. Dalam melakukan kegiatan melaut biasanya dilakukan secara berkelompok sebanyak 8 orang dalam aktivitas membagan. Dalam kelompok tersebut ada semacam pembagian kerja, seperti tungganai sebagai kepala kapal, namun semua tetap dikerjakan secara bersama. Dalam penangkapan ikan (bagan) ada pembagian kerjanya seperti; tungganai (1 orang) sebagai kepala kapal, tukang masak (2 orang) untuk memasak, tukang lomba (8 orang) untuk melepas jala, tukang egang (8 orang) untuk menarik jala. Selain itu, ketika akan berangkat kelaut biasanya yang dilakukan istri para nelayan adalah memasak lauk pauk untuk bekal suami ketika berada dilaut, karena nasi akan dimasak ketika berada di tengah laut. Si suami tidak pernah berhari hari dilaut karena bagan yang digunakan tidak terlalu besar hanya ber awak 8 orang yang hanya dipakai melaut selama satu malam. Setelah kapal berlayar ke tengah laut, maka tungganai membawa kapalnya ke daerah-daerah yang biasanya banyak ikan. Ikan biasanya banyak terdapat di dekat batu karang dan hidup berkelompok-kelompok. Apabila lokasi ikan sudah diketahui, maka kapal akan berhenti dan kira-kira sekitar jam 7 malam semua lampu akan dihidupkan. Satu jam kemudian apabila ikan sudah muncul di dekat bagan maka diturunkanlah waring yang akan jauh dari lokasi ikan tersebut. Hal tersebut menghindari ikan akan terkejut dan akhirnya lari. Untuk menurunkan waring tersebut dibutuhkan tenaga 4 orang yang memegang pada tiap-tiap tepi ujuang waring. Kemudian apabila sudah ada terlihat gelembung-gelembung air di atas permukaan waring tersebut tandanya ikan sudah berada di dalam kawasan waring. Setelah itu lampu dimatikan satu persatu sampai tinggal buah lampu, yaitu 2 disamping kiri dan 2 di samping kanan. Setelah itu barulah waring diangkat perlahan-lahan atau ditarik dengan menggunakan katrol. Dalam satu kali membagan, biasanya akan mendapatkan sekitar 10-15 keranjang atau ember. Ketika pemilik kapal memutuskan untuk kembali pulang, umumnya akan kembali ke rumah sekitar jam 6 pagi. Ikan yang telah diperoleh biasanya langsung dipisahkan oleh ABK berdasarkan jenisnya dan dimasukkan ke dalam keranjang/ember. Jenis-jenis ikan yang biasa di dapat dari membagan seperti ikan teri, ikan abit, suaso, gumbalo aceh, tobi, tajak, maco dan ikan salam. Untuk ikan teri biasanya tidak dijual tetapi diambil oleh induk semang untuk direbus dan kemudian dijual sendiri. Sedangkan ikan yang lainnya dijual kepada agen. • Memayang Sebelum berangkat, para nelayan juga mempersiapkan segala sesuatunya untuk keperluan perjalanan dan diatas kapal. Hal yang dipersiapkan yaitu bahan bakar bensin yang membutuhkan lebih kurang 60 liter bensin, oli sebanyak 3 liter dan minyak tanah. Selain itu persiapan lainnya adalah makanan dan minuman yang dibawa masing-masing individu dari rumah. Waktu ketika akan turun ke laut adalah pada jam 4 pagi dan kembali sekitar jam 2 siang. Keuntungan pergi ke laut pada jam 4 pagi adalah pada saat itu biasanya ikan masih tidur atau disebut dengan mengintai lauak bobok dan pada pagi hari tersebut ikan masih tenang sehingga lebih mudah menangkapnya. Untuk berlayar ke laut biasanya lebih kurang 5 km. Apabila ikan sudah muncul ke permukaan barulah pawang menyuruh untuk menurunkan jaring. Untuk ikan yang kecil biasanya berada di dekat batu karang sedangkan yang besar seperti ikan tuna, bojo dan koreng berada di lautan luas. Disini juga perlu dilihat tingkah laku ikan dimana kalau ikannya berada di permukaan laut menandakan bahwa ikannya jinak sedangkan kalau ikan berada di dalam laut ikannya liar. Setelah ujung jaring pertama diturunkan tukang lomba dan ia menahannya kemudian kapal berputar sehingga pada akhirnya ke dua ujung jaring bertemu dan disilangkan dan dipegang oleh tukang kandu. Disini tukang haluan, tukang lomba dan tukang kandu bekerja lebih keras karena masuk atau tidaknya ikan ke dalam jaring adalah tanggung jawab mereka. Setelah kedua ujung pukat itu bertemu barulah pukatnya diangkat. Biasanya waktu kembali ke darat apabila telah mencapai siang hari atau tergantung hasil tangkapan. Pemisahan ikan biasanya dilakukan oleh buruh-buruh yang ada di tepi pantai dengan menggunakan keranjang atau ember. • Memukat Memukat ini tidak diperlukan persiapan-persiapan seperti di bagan dan payang. Hal yang dilakukan dalam memukat adalah pertama-tama salah satu ujurng jaring dipegang oleh seorang di tepi pantai kemudian dua atau tiga orang naik perahu ke tengah laut sambil membentangkan jaring. Jaring ini dibentangkan berbentuk huruf ”U’. Setelah satu ujungnya lagi sampai di tepi laut maka salah seorang kembali ke tengah laut dengan perahu tepat ditengah-tengah antara dua ujuang jaring. Sementara itu orang yang memegang masing-masing ujung harus sama banyak, kemudian orang yang berada di tengah laut memberikan aba-aba untuk menarik jaring. Dalam menarik jaring harus sama-sama atau serentak, ujung-ujung jaring itu dililitkan ke pinggang supaya lebih kuat dan menariknya perlahan-lahan sesuai dengan gerakan gelombang. Ikan yang biasa didapat dari memukat ini hanyalah ikan-ikan kecil antara lain ikan maco, pinang-pinang, bada, baledang dan soaso. Penangkapan ikan dengan memukat ini hasilnya tidak begitu memuaskan karena waktu memukat ini sering terjaring sampah-sampah yang berserakan di tepi pantai. • Menjaring Menjaring menggunakan sebuah perahu, baik perahu yang menggunakan mesin tempel maupun tidak seperti menggunakan dayung. Untuk perahu yang didayung jumlahnya hanya 2 orang, sedangkan perahu yang menggunakan mesin tempel paling banyak 4 orang. Pada masyarakat Pasar Laban umumnya sudah menggunakan kapal yang memakai mesin tempel. Jaring yang digunakan panjangnya lebih kurang 100-250 m dan lebarnya tidak ditentukan dimana benangnya juga dari benang titoron. Jaring diberi pemberat dari timah dan pelampungnya terbuat dari kayu dan gabus. Selain itu kalau untuk menjaring pada malah hari perahunya dikasih lampu untuk penerangan dan sebagai tanda supaya kelihatan oleh kapal lain. Setelah berlayar lebih kurang 2.5 km barulah jaring diturunkan dan biasanya jaring diturunkan di dekat-dekat batu karang. Setelah ujung jaring yang satu diturunkan, maka perahu dijalankan lurus sampai semua jaring tersebar di permukaan laut. Kemudian ditunggu satu atau satu setengah jam barulah jaring diangkat. Dari menjaring ini ikan yang biasa diperoleh antara lain ikan campu, pinang-pinang, siragih, maco,tete, gambolo, guriga dan belantu. Untuk mengetahui lokasi ikan berada di laut biasanya diperoleh melalui informasi yang diperoleh dari orang-orang yang sebelumnya telah dulu turun ke laut. Informasi ini disampaikan melalui rojer dari masing-masing kapal dan orang tersebut akan mengabarkan dimana ikan yang banyak. Setelah mendapat informasi tersebut maka tungganai memerintahkan untuk membawa kapal ke lokasi tadi, kemudian tungganai yang mengatur dimana kapal ikan akan dihentikan. Kapal akan dihentikan kalau tungganai sudah melihat adanya tanda-tanda ikan dan disini tungganai lebih mengeahui dimana lokasi ikan tersebut. Biasanya ikan-ikan itu berada di dekat batu karang atau pinggir batu karang yang jaraknya lebih kurang 20 km dari batu karang tersebut. Ikan yang biasanya dekat pinggir batu karang tersebut seperti ikan teri, maco, guriga dan sebagainya. Sedangkan ikan yang besar biasanya berada di tengah-tengah laut seperti ikan tongkol. Aktivitas penangkapan ikan dengan memayang yang lebih mengetahui tentang informasi lokasi ikan atau dimana yang banyak ikan adalah pawang atau kapten kapal. Lokasi ikan baik pada waktu malam atau siang hari adalah sama, dimana ikan yang kecil-kecil berada di sekitar pinggir batu karang dan ikan yang besar-besar berada di lautan luas yang berada di kedalaman lebih kurang 50 m. Aktivitas penangkapan ikan lainnya seperti menjaring, memukat dalam mengetahui informasi keberadaan lokasi ikan hampir sama dengan aktivitas membagan dan memayang, yaitu ikan yang kecil-kecil berada di sekitar pinggir batu karang dan ikan yang besar-besar berada di lautan luas yang berada di kedalaman lebih kurang 50 m. Selain itu, menurut hasil wawancara dengan Suman Rajo Pasisia (70 thn) bahwa untuk mengetahui lokasi ikan yang banyak yaitu dengan melihat tanda-tanda ”apabila di permukaan air banyak terdapat ikan yang melompat-lompat sehingga seperti gumpalan air maka di daerah itu banyak terdapat ikan, tetapi apabila ikan yang melompat-lompat tersebut hanya satu-satu maka ikan yang berada di bawah permukaan air tersebut sedikit”. • Kondisi Musim dan Cuaca Pengetahuan nelayan terhadap kondisi cuaca sangat penting untuk keberhasilan mereka dalam menangkap ikan dan untuk keselamatan mereka dalam mencari ikan di laut. Nelayan yang lebih mengetahui tentang kondisi cuaca dan musim adalah tungganai pada bagan dan pawang pada payang. Seorang tungganai atau pawang mempunyai pengetahuan yang lebih mengenai kondisi cuaca sebagai pedoman bagi para nelayan untuk turun ke laut. Pada masyarakat nelayan Pasar Laban, kondisi cuaca yang baik untuk pergi melaut adalah apabila langit di laut cerah dan bersih, tetapi apabila di laut gelap maka nelayan tidak akan pergi ke laut dikarenakan diperkirakan akan turun hujan dan terjadi badai sehingga dapat membahayakan keselamatan nelayan itu sendiri. Selain itu juga dengan melihat bintang pada malam hari, apabila bintang banyak dan ada diantaranya yang masuk ke dalam lingkaran bulan maka diperkirakan hari tersebut baik untuk pergi melaut. Menurut hasil wawancara diketahui bahwa apabila bintang kalo yaitu rasi bintang yang berbentuk kalajengking yang letaknya berdekatan dengan bulan muncul maka sebagai pertanda kondisi cuaca akan buruk atau badai akan datang. Selain itu gejala akan terjadinya badai adalah langit tertutup awan hitam, gelombang air laut tinggi dan angin bertiup sangat kencang.terjadinya pergeseran bulan dan bintang yang seakan-akan saling bertabrakan menandakan juga akan terjadinya cuaca yang buruk. Selain bintang, pertanda lainnya untuk dapat melaksanakan kegiatan melaut adalah perputaran angin, yang lebih dikenal dengan angin utara dan angin barat. Angin ini muncul pada malam hari yang berhembus dari utara atau barat dengan kecepatan yang sangat tinggi yang mengakibatkan cuaca akan berubah menjadi buruk sehingga mengakibatkan ombak yang sangat tinggi serta arus air akan kencang sehingga akan mempengaruhi proses penangkapan ikan. Untuk angin timur dan angin selatan tidak begitu mengganggu atau menyulitkan nelayan karena angin ini hanya berhembus perlahan-lahan. Apabila bulan baru muncul maka arus air akan bergelombang atau arus air berjalan di dalam laut sedangkan kalau bulan akan terbenam maka arus air akan tenang dan biasanya arus air itu selalu berlawanan dengan arah angin. Selain hal tersebut diatas, letak awan yang berbedapun akan mempengaruhi datangnya badai. Apabila awan terletak di arah selatan matahari terbit menandakan badai akan bertiup dari selatan, sebaliknya bila awan terletak di bagian barat matahari maka badai juga akan datang dari arah barat. Bila awan berada tepat di atas matahari juga akan menandakan akan datangnya badai. Tetapi tidak semua awan yang berada di dekat matahari akan mendatangkan badai dan cuaca buruk, seperti awan yang tergantung dekat diatas matahari yang akan tenggelam. Hal ini menandakan kondisi cuaca akan baik karena angin yang sedang berhembus akan reda. Kemudian dari letak bintang apabila muncul bintang timur akan menandakan kondisi cuaca yang baik. Untuk musim ikan biasanya tidak sepanjang tahun. Dalam satu tahun sekitar bulan April sampai dengan bulan Agustus menandakan bahwa produksi ikan melimpah yang diperoleh oleh nelayan. Untuk bulan lainnya biasanya perolehan ikan sulit didapat. Pertanda akan musim ikan berlimpah adalah bergerombolnya awan besar di atas permukaan laut dengan berbagai ikan seperti ikan tongkol dan tuna. Selain itu dengan adanya gerombolan elang laut yang sedang berputar-putar di atas permukaan laut menandakan bahwa di sekitar atau di bawah permukaan laut terdapat banyak jenis ikan seperti ikan-ikan kecil (ikan teri). Untuk menghindari terjadinya cuaca yang buruk ketika melaut maka tungganai biasanya menyuruh kepada awak kapal supaya berlabuh ke pulau terdekat dan kalau tidak sempat maka terpaksa mencari pengamanan sendiri dengan cara memakai pelampung atau deregen untuk berenang. 4. Teknologi Penangkapan Ikan Dalam menangkap ikan dengan bagan banyak peralatan yang dibutuhkan nelayan untuk dapat memperoleh hasil tangkapan yang banyak. Peralatan dalam membagan tidak hanya peralatan intinya saja seperti waring sebagai alat utama dalam penangkapan ikan, tetapi juga ada peralatan pendukung lainnya yang memiliki peran penting dalam penangkapan ikan. Peralatan waring berbentuk segi empat bujur sangkar yang ukurannya berkisar antara 18-20 m. Waring berbentuk segi empat bujur sangkar dikarenakan harus disesuaikan dengan bentuk dan ukuran lengan bagan atau jambah yang sekaligus dijadikan sebagai cadik dan ukuran cadik tersebut berbentuk bujur sangkar, sedangkan ukuran waring disesuaikan dengan besarnya bagan. Kalau bagannya besar seperti panjangnya 20 m dan lebarnya 4 m maka biasanya waringnya berukuran 20 x 20 m dan kalau bagannya berukuran panjang 12 m dan lebar 2 m maka ukuran waringnya 18 x 18 m, sedangkan panjang ke bawahnya tidak ditentukan. Hal tersebut tergantung kemauan orang yang mempunyai waring. Peralatan lainnya adalah jangkar, lampu TL neon. Jangkar tersebut terbuat dari besi yang memiliki dua buah ujung yang berbentuk sebuah kail. Jangkar berbentuk kail agar kalau jangkar dijatuhkan ke dasar laut maka akan tersangkat di batu karang. Jangkar ini berfungsi untuk menahan bagan supaya tetap di tempat dan jangkar ini diletakkan atau diikatkan di kepala bagan supaya bagan tidak berputar apabila ada angin yang berhembus atau ada gelombang yang besar. Jangkar ini dilengkapi dengan tali yang berguna untuk menurunkan dan menaikkan yang terbuat dari benang nilon. Peralatan lainnya yang sangat penting adalah lampu TL neon. Lampu TL neon ini berbentuk bulat sebanyak 100-150 buah. Nelayan menggunakan lampu TL neon ini karena sewaktu ikan sudah berada di atas waring dan lampu dimatikan satu persatu ikan tersebut tidak terkejut dan tidak akan lari sebab dengan memakai lampu bulat tersebut apabila dimatikan jarak antara lampu yang satu dengan lampu lainnya tidak terlalu jauh. Lampu TL neon ini berjumlah sekitar 100-150 buah yang disesuaikan dengan besarnya cagak atau kayu yang dipergunakan untuk meletakkan lampu TL neon tersebut. Dari semua bagan yang ada pada masyarakat Pasar Laban, cagak atau kayu lampu pada tiap-tiap bagan dapat menampung lampu lebih kurang 100-150 buah. Lampu neon ini mempunyai kekuatan 32 watt yang disesuaikan dengan besarnya ember atau kuali yang dipergunakan untuk meletakkan lampu TL neon tersebut. Lampu TL neon ini ditempelkan pada ember atau kuali dengan cara mengikatkannya dan kemudian baru diikatkan pada cagak atau kayu yang telah disediakan. Teknologi penangkapan ikan dengan memayang memerlukan alat seperti jangkar dan jaring. Jangkar tersebut terbuat dari besi yang memiliki dua buah ujung yang berbentuk sebuah kail. Jangkar berbentuk kail agar kalau jangkar dijatuhkan ke dasar laut maka akan tersangkat di batu karang. Jangkar ini berfungsi untuk menahan bagan supaya tetap di tempat dan jangkar ini diletakkan atau diikatkan di kepala bagan supaya bagan tidak berputar apabila ada angin yang berhembus atau ada gelombang yang besar. Jangkar ini dilengkapi dengan tali yang berguna untuk menurunkan dan menaikkan yang terbuat dari benang nilon. Peralatan yang paling penting lainnya adalah jaring. Jaring yang dipergunakan untuk menangkap ikan ini panjangnya lebih kurang 800-1000 m, 400 m di sebelah kiri dan 400 m di sebelah kanan. Panjang jaring ini disesuaikan dengan kemampuan orang yang memiliki jaring tersebut. Jaring ini bentuknya seperti celana panjang yang mempunyai dua buah kaki dan ditengah-tengahnya dibuat seperti pinggang celana supaya ikan akan terkumpul di dalamnya dan pada waktu menariknya ikan ini tidak akan keluar. Menangkap ikan dengan memukat menggunakan peralatan yaitu jaring dan sebuah perahu kecil. Jaring yang dipergunakan panjangnya lebih kurang 300 m. Melalui proses wawancara diketahui bahwa sebenarnya panjang jaring tidak ditentukan secara pasti, dimana hal tersebut tergantung kepada orang yang mempunyai jaring tersebut. Pada masyarakat Pasar Laban, jaring yang dipergunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan rata-rata panjangnya 300 m. Jaring ini biasanya ditambah lagi dengan tali yang panjangnya 200 m dan tali ini adalah sebagai penarik jaring ke tepi laut yang panjangnya 100 m di sebelah kiri dan 100 m di sebelah kanan. Tali ini sama panjang dikarenakan ketika akan menarik jaring ke tepi harus sama serentak antara orang yang menarik di sebelah kiri dengan orang yang disebelah kanan dari orang yang memberikan aba-aba di tengah laut. Peralatan lain yang diperlukan adalah sebuah perahu yang didayung. Perahu ini panjangnya 5 m dan lebar 1 m. Perahu ini berfungsi untuk membawa jaring ke tengah laut dan kemudian dengan perahu tersebut, nelayan akan kembali ke tengah laut untuk memberikan aba-aba kepada orang yang berada di tepi pantai untuk menarik jaring tersebut. Orang yang berada di tengah laut memberikan aba-aba dengan menggunakan dayung yaitu apabila tarikan orang yang di tepi pantai yang disebelah kanan perahu cepat maka ia akan mengangkat dayungnya dengan tangan kanan. Hal tersebut sebagai pertanda bagi orang yang disebelah kiri tepi pantai untuk mempercapat tarikannya sehingga penarikan jaring akan sama lagi dan begitu juga sebaliknya sampai jaring terbawa seluruhnya ke tepi pantai. Teknologi pada penangkapan ikan menjaring menggunakan peralatan jaring dan perahu. Jaring yang selalu dipergunakan oleh masyarakat nelayan Pasar Laban adalah yang berukuran 100-200 m. Jaring ini ada yang jahitannya halus dan kasar. Jaring yang halus ukuran matanya memiliki panjang 25-20 cm dan lebarnya kira-kira 5 cm, sedangkan jaring yang jahitannya kasar ukuran matanya memiliki panjang 50-60 cm dan lebar 10 cm. Untuk jahitan yang kasar adalah untuk menangkap ikan yang besar-besar seperti ikan gembolo, ikan gurigak, belatuk dan soaso, sedangkan jahitan yang halus atau rapat adalah untuk menangkap ikan yang kecil-kecil seperti ikan campu, pinang-pinang, maco dan tete. Untuk menangkap ikan dengan menjaring mempergunakan sebuah perahu yang panjangnya lebih kurang 4 m dan lebarnya 1 m. Perahu yang banyak digunakan oleh masyarakat nelayan Pasar Laban saat ini sudah banyak memakai mesin perahu/mesin tempel. Sebelum memakai mesin tempel, masyarakat nelayan Pasar Laban dalam menjalankan perahu memakai mesin untuk pengukur kelapa yang diengkol atau ditarik. 5. 6. Sistem Kepercayaan/Pantangan dalam Masyarakat Nelayan Dalam melaksanakan aktivitas penangkapan ikan pada masyarakat Pasar Laban banyak kepercayaan dan pantangan yang tidak boleh dilakukan oleh para nelayan. Misalnya perempuan tidak boleh ikut ke laut untuk menangkap ikan karena mereka takut kalau-kalau nanti perempuan tersebut dapat menstruasi di tengah laut. Bila hal ini terjadi menurut kepercayaan mereka akan dapat menghalangi rezeki karena perempuan yang sedang menstruasi dianggap kotor. Selain itu pada masyarakat nelayan Pasar Laban sebelum berangkat atau turun ke laut terdapat pantangan-pantangan yang diyakini oleh masyarakat, yaitu: 1. Kalau kita sudah berangkat dari rumah dan sudah sampai di kapal maka tidak boleh kembali lagi ke rumah. Kalau ini dilakukan maka ikan yang sudah ada di sekitar kapal da waring hanya sedikit yang masuk ke dalam waring. 2. Berbicara yang kotor-kotor atau takabur. Kalau ini dilakukan maka ikan akan tidak kelihatan atau ikan sulit didapat. 3. Jangan memberikan sesuatu yang diminta oleh orang lain sewaktu kita akan berangkat. Kalau dapat kita yang diberi orang tersebut. Hal ini akan berakibat sial atau tidak akan mendapatkan ikan. Sewaktu berada di tengah laut juga ada pantangan-pantangan yang tidak boleh dilakukan, yaitu tidak boleh bersiul-siul, berteriak-teriak dan membuat keributan. Selain itu tidak boleh buang air kecil atau buang air besar di bagian depan atau kepala bagan. Apabila hal tersebut dilakukan maka akan menimbulkan cuaca buruk atau badai dan juga akan menghalangi rezeki atau tidak akan mendapatkan ikan. Selain itu, pantangan-pantangan di tengah laut adalag dilarang menjemurkan kain atau mengibarkan kain, menjuntaikan kaki ke dalam air di atas kapal dan menjujung pukat atau jaring. Apabila hal ini dilakukan maka akan menghalangi rezeki atau tidak akan mendapatkan ikan. Selain itu, pantangan-pantangan lainnya yang harus dilaksanakan oleh penduduk Pasar Laban adalah ketika hari jumat tidak boleh melaut kecuali setelah usai waktu sholat jumat. Dan ketika ada kematian sebelum mayat dikuburkan maka tidak boleh melaut. Hal ini menghindari terjadinya kemudharatan dan menjauhkan diri dari segala bahaya laut. Namun pada masyarakat Pasar Laban Kelurahan Bungus Selatan, saat ini tidak ada tradisi atau ritual yang dilakukan para nelayan ketika akan berangkat melaut. Ketika hasil tangkapan melimpah yang diperoleh nelayan juga tidak ada tradisi untuk merayakannya, tapi biasanya nelayan cukup ber infak atau bersedekah ke masjid untuk mengucapkan syukur kepada Allah SWT. Hubungan Teknologi dan Budaya Penangkapan Ikan Dengan Pemasaran Ikan Dalam Peningkatan Taraf Hidup Ekonomi Masyarakat • Pembagian Hasil Ikan Hasil tangkapan ikan yang diperoleh langsung di bawa ke pasar tradisional Gaung dan disana sudah ada agen atau pembeli yang menanti. Biasanya agen-agen tersebut telah ditentukan oleh induk semang. Alasan lain nelayan menjual ikan di pasar tradisional Gaung karena semua jenis ikan dapat siterima baik besar maupun kecil, begitu juga dengan jenis-jenisnya. Setelah ikan diberikan kepada agen kemudian kapal (bagan/payang) dibawa kembali ke tepi pantai dekat Pasar Laban. Setelah tiba di tepi lalu diikatkan dan kemudian dibersihkan karena setelah menangkap ikan perahunya bau anyir. Ikan yang telah dijual dari setiap kali membagan/memayang uangnya tidak langsung dibagikan tetapi disimpan di kas yang dipergang oleh induk semang. Pembagian hasil tangkapan secara keseluruhan dilakukan pada hari ke 24 atau 1 kali dalam satu kala m karena setiap hari setiap anggota yang ikut turun ke laut (tungganai dan para ABK) sudah memperoleh gaji harian yang disebut dengan amper. Sebelum hasil dibagikan, terlebih dahulu dikeluarkan biaya-biaya yang sebelumnya seperti biaya BBM, makanan dan minuman dan perbaikan-perbaikan lainnya serta ampera. Ampera adalah gaji yang diberikan setiap hari oleh induk semang sebesar Rp. 15.000,- - Rp. 20.000,-. Setelah semua biaya yang terpakai terpotong, maka uang yang tersisa dibagi dua, setengah untuk pemilik bagan atau induk semang dan setengah lagi untuk anggota bagan. Hasil keseluruhan dibagi dua dulu karena yang menyediakan semua peralatan dan makanan adalah induak semang kemudian dari separuh untuk anggota tersebut dibagi sama rata. Namun tungganai akan mendapatkan uang tambahan dari induk semang sebesar uang yang diterima dari pembagian uang tadi, jadi tungganai memperoleh dua kali lipat dari ABK. Tungganai mendapat dua kali lipat karena ia merupakan orang kepercayaan dari induk semang dan ia yang bertanggung jawab terhadap keselamatan kapal dan para ABK. Untuk pembagian hasil tangkapan ikan melalui aktivitas penangkapan ikan memukat dan menjaring biasanya ikan-ikan dimasukkan ke dalam ember atau keranjang dan biasanya sudah ada agen-agen kecil yang menunggu untuk memberlinya langsung. Setelah ikannya di jual maka hasilnya langsung dibagi sama rata. • Keberadaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Biasanya masyarakat nelayan Pasar Laban memasarkan ikan langsung ke TPI (Tempat Pelelangan Ikan), namun ada juga pembeli (konsumen) yang membeli ikan langsung ke kapal. Selain itu nelayan juga menjual tangkapan kepada banyak pembeli. Di Pasar Laban Kelurahan Bungus Selatan ini tidak ada pasar tradisional, tetapi yang ada adalah tempat pelelangan ikan yaitu di TPI batuang , TPI gaung atau ke TPI labuang tarok yang masih berfungsi sampai sekarang dan beraktifitas selama 24 jam yang telah didirikan sejak tahun 1990. Sejak TPI ini berdiri nelayan merasakan perubahan yang terjadi dalam memasarkan ikan. Ikan yang ditangkap selalu terjual habis tidak pernah dibawa pulang. Selain di TPI nelayan menjual ikan ke daerah gaung atau dijemput langsung kelaut oleh pembeli. Peran TPI sudah mampu meningkatkan perekonomian masyarakat nelayan. • Pengaruh Budaya Lokal Setempat Terhadap Usaha Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 210 juta jiwa. Pada saat ini setidaknya terdapat 2 juta rumah tangga yang menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan. Dengan asumsi tiap rumah tangga nelayan memiliki 6 jiwa maka sekurang-kurangnya terdapat 12 juta jiwa yang menggantungkan hidupnya sehari-hari pada sumber daya laut termasuk pesisir tentunya. Mereka pada umumnya mendiami daerah kepulauan, sepanjang pesisir termasuk danau dan sepanjang aliran sungai. Penduduk tersebut tidak seluruhnya menggantungkan hidupnya dari kegiatan menangkap ikan akan tetapi masih ada bidang bidang lain seperti usaha pariwisata bahari, pengangkutan antar pulau danau dan penyeberangan, pedagang perantara/ eceran hasil tangkapan nelayan,penjaga keamanan laut , penambangan lepas pantai dan usaha-usaha lainnya yang berhubungan dengan laut dan pesisir. Sudah sejak dari dahulu sampai sekarang nelayan telah hidup dalam suatu oreganisasi kerja secara turun temurun tidak mengalami perubahan yang berarti. Kelas pemilik sebagai juragan relatif kesejahteraannya lebih baik karena menguasai faktor produksi seperti kapal, mesin alat tangkap maupun faktor pendukungnya seperti es, garam dan lainnya. Kelas lainnya yang merupakan mayoritas adalah pekerja atau penerima upah dari pemilik faktor produksi dan kalaupun mereka mengusahakan sendiri factor/ alat produksinya masih sangat konvensional, sehingga produktivitasnya tidak berkembang, kelompok inilah yang terus berhadapan dan digeluti oleh kemiskinan. Rumah tangga nelayan pada umumnya memiliki persoalan yang lebih komplek dibandingkan dengan rumah tangga pertanian. Rumah tangga nelayan memiliki ciri-ciri khusus seperti pengunaan wilayah pesisir dan lautan ( common property ) sebagai faktor produksi, jam kerja yang harus mengikuti siklus bulan yaitu dalam 30 hari satu bulan yang dapat dimanfaatkan untuk melaut hanya 20 hari sisanya mereka relatif menganggur. Selain daripada itu pekerjaan menangkap ikan adalah merupakan pekerjaan yang penuh resiko dan umumnya karena itu hanya dapat dikerjakan oleh lelaki, hal ini mengandung arti keluarga yang lain tidak dapat mebantu secara penuh. Dengan persoalan yang demikian tentunya harus dipahami bahwa rumah tangga nelayan memerlukan perhatian yang multi dimensi. Tantangan yang terbesar adalah bagaimana membangun sektor ini agar dapat mengangkat harkat dan martabat kehidupan masyarakat nelayan maupun masyarakat lainnya yang terkait dengan sumber daya kelautan dan pesisir. Masalah pembangunan nelayan adalah masalah manajemen pengembangan masyarakat pesisir yang meliputi tiga masalah yaitu: masalah sosial ekonomi rumah tangga nelayan, masalah kenapa mereka miskin dan selanjutnya bentuk intervensi yang bagimana diperlukan. Selanjutnya jika didasarkan pada dimensi waktu, maka kebijakan pembangunan rumah tangga nelayan dibagi menjadi tiga dimensi waktu yaitu; kebijakan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Masyarakat Pasar Laban Kelurahan Bungus Selatan sebagian besar bekerja sebagai nelayan, dikarenakan mereka tinggal di daerah yang paling dekat dengan tepi pantai. Dari hasil wawancara yang diperoleh bahwa masyarakat yang bekerja sebagai nelayan disebabkan daerah ini dekat dengan pantai dan mereka tidak mempunyai keahlian dalam bidang lainnya. Nelayan yang sudah tua pun banyak yang masih melaut dikarenakan sudah tidak ada pekerjaan yang lain yang dapat mereka lakukan dan masih mempunyai kemampuan pergi kelaut. • Peran Istri Nelayan dalam Menunjang Ekonomi Rumah Tangga Perempuan nelayan adalah suatu istilah untuk perempuan yang hidup di lingkungan keluarga nelayan, baik sebagai istri maupun anak dari nelayan pria. Kaum perempuan di keluarga nelayan umumnya terlibat dalam aktivitas mencari nafkah untuk keluarganya. Selama ini perempuan nelayan bekerja menjadi pengumpul kerang-kerangan, pengolah hasil ikan, pembersih perahu yang baru mendarat, pengumpul nener, membuat/memperbaiki jaring, pedagang ikan dan membuka warung. Namun peran perempuan di lingkungan nelayan ini belum dianggap berarti, sebagai penghasil pendapatan keluarga pun dianggap income tambahan. Selain itu perempuan nelayan pun menanggung resiko tinggi akibat tingginya kecelakaan kerja di usaha penangkapan ikan laut ini. Pengalaman menunjukan bahwa pemberdayaan wanita nelayan adalam pembangunan kelautan dan perikanan sulit dikembangkan, hal ini disebabkan karena kurangnya IPTEK dan kemiskinan yang selalu mengukung mereka. Beberapa masalah dalam integrasi perempuan nelayan dalam pembangunan kelautan dan perikanan antara lain, keadaan pendidikan yang umumnya sangat rendah, tenaga perempuan sering tidak dinilai, masih adanya nilai-nilai sosial budaya masyarakat sebagai penghambat berperan sertanya perempuan nelayan secara aktif, sedangkan beban kerja perempuan dalam keluarga cukup tinggi. Pada masyarakat Pasar Laban Kelurahan Bungus Selatan terutama peran istri para nelayan berinisiatif bekerja menambah pendapatan keluarga dipicu oleh kondisi buruk yang selalu dihadapi nelayan seperti pengumpul kerang-kerangan, pengolah hasil ikan, pembersih perahu yang baru mendarat, pengumpul nener, membuat/memperbaiki jaring, pedagang ikan dan membuka warung. Selamanya tidak pernah harga ikan hasil tangkapan suami mereka stabil. Selain itu faktor naik turunnya harga ikan, masa-masa paceklik yang tidak dapat dihindari, maupun tekanan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, di antaranya harga bahan bakar kapal, membuat kehidupan nelayan tak pernah beranjak dari kemiskinan. Dengan modal yang terbatas, usaha yang dijalani masih dalam skala rumah tangga. Umumnya mereka juga masih berpandangan yang penting adalah siklus hidup dapat dijalani. Kepasrahan pada keadaan memang menjadi ciri khas perempuan nelayan, terlebih di waktu sekarang di mana perolehan ikan suami makin berkurang, kualitas ikan kurang baik. Sehingga perempuan nelayan terpaksa turut andil berusaha mencari tambahan penghasilan hanya sekadar untuk mencukupi kebutuhan keluarga BAB III PENUTUP Kesimpulan Mata pencaharian terbesar sebagai nelayan yang digeluti oleh masyarakat Pasar Laban disebabkan oleh faktor geografis dimana wilayah Pasar Laban terletak memanjang di pinggiran pantai yang merupakan salah satu faktor yang terus dipergunakan untuk kelangsungan hidup mereka. Nelayan dalam memperoleh hasil tangkapan ikan di laut memiliki budaya dan teknologi penangkapan ikan yang telah ada sejak nenek moyangnya yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi dan juga diperoleh dengan cara mempelajari pengalaman-pengalaman dari orang sebelumny serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat yang tidak terlepas dari budaya lokal yang mereka miliki. Kapal/perahu sebagai salah satu teknologi penangkapan ikan yang dipergunakan oleh nelayan saat ini masih dibuat oleh beberapa nelayan di Pasar Laban. Pembuatan kapal, baik kapal bagan maupun payang selama ini adalah memakai kayu yang didatangkan dari Pagai Kepulauan Mentawai dengan waktu pembuatan membutuhkan kira-kira satu minggu apabila tidak ada hambatan dalam pengerjaannya. Untuk biaya pembuatan perahu untuk 1 buah berkisar 2 jutaan. Dalam pembuatan perahu nelayan, budaya lokal sangat mempengaruhi terutama ditemui adanya tradisi-tradisi yang dilakukan sampai saat ini, seperti melakukan upacara sebelum pembuatan perahu maupun sesudah perahu selesai, yaitu memotong ayam untuk mendarahi perahu, kemudian membuat nasi kunyit, gulai ayam dan makan bersama-sama sebelum kelaut. Masyarakat Nelayan Pasar Laban memiliki sistem pengetahuan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan aktivitas penangkapan ikan di laut. Sistem pengetahuan tersebut berupa informasi mengenai banyaknya produksi ikan di beberapa lokasi yang menyebabkan para nelayan memperoleh hasil ikan yang maksimal, yaitu di dekat tubi atau pinggir batu karang yang didiami oleh ikan-ikan kecil. Untuk ikan besar biasanya berada di tengah laut. Selain itu, pengetahuan akan kondisi cuaca dan musim sangat mempengaruhi aktivitas penangkapan ikan di laut. Pengetahuan tentang kapan waktu turun ke laut dan kembali ke darat juga mempengaruhi aktivitas penangkapan ikan nelayan di Pasar Laban. Pada masyarakat Pasar Laban, secara umum aktivitas penangkapan ikan terdiri dari membagan, memayang, memukat dan menjaring. Membagan adalah aktivitas penangkapan ikan pada malam hari dengan sebuah kapal yang disebut bagan dengan ukuran panjang antara 12 m sampai 20 m dan lebar antara 2 m sampai 4 m yang dilengkapi dengan lampu TL neon sebanyak 100-150 buah dan waring dengan anggota sebanyak 6-7 orang. Memayang adalah aktivitas penangkapan ikan pada siang hari dengan perahu yang disebut dengan payang dengan ukuran panjang antara 8-12 m dan lebar 1-2 m yang dilengkapi dengan jaring yang panjangnya sekitar 400-500 m yang beranggotakan 10-12 orang. Memukat adalah menangkap ikan yang dilakukan di tepi pantai dengan alat jaring yang beranggotakan sebanyak 5-7 nelayan. Menjaring adalah aktivitas menangkap ikan yang dilakukan di tengah laut dengan menggunakan perahu kecil yang didayung dengan anggota sebanyak 2-4 orang. Pelaksanaan aktivitas penangkapan ikan pada masyarakat Pasar Laban banyak dipengaruhi oleh adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan yang tidak boleh dilakukan oleh para nelayan, misalnya perempuan tidak boleh ikut ke laut untuk menangkap ikan dikarenakan dapat menghalangi rezeki. Selain itu sebelum berangkat atau turun ke laut terdapat pantangan-pantangan yang diyakini oleh masyarakat, yaitu apabila sudah berangkat dari rumah dan sudah sampai di kapal maka tidak boleh kembali lagi ke rumah, berbicara yang kotor-kotor atau takabur, jangan memberikan sesuatu yang diminta oleh orang lain sewaktu kita akan berangkat., tidak boleh bersiul-siul, berteriak-teriak dan membuat keributan. Selain itu tidak boleh buang air kecil atau buang air besar di bagian depan atau kepala bagan. Apabila hal tersebut dilakukan maka akan menimbulkan cuaca buruk atau badai dan juga akan menghalangi rezeki atau tidak akan mendapatkan ikan. Hasil tangkapan ikan yang diperoleh langsung di bawa ke pasar tradisional Gaung dan diipasarkan langsung ke TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Namun ada juga pembeli (konsumen) yang membeli ikan langsung ke kapal. Selain itu nelayan juga menjual tangkapan kepada banyak pembeli. Di Pasar Laban Kelurahan Bungus Selatan ini tidak ada pasar tradisional, tetapi yang ada adalah tempat pelelangan ikan yaitu di TPI batuang, TPI gaung atau ke TPI labuang tarok yang masih berfungsi sampai sekarang dan beraktifitas selama 24 jam yang telah didirikan sejak tahun 1990. Sejak TPI ini berdiri nelayan merasakan perubahan yang terjadi dalam memasarkan ikan. Ikan yang ditangkap selalu terjual habis tidak pernah dibawa pulang. Selain itu di TPI nelayan menjual ikan ke daerah gaung atau dijemput langsung kelaut oleh pembeli. Peran TPI sudah mampu meningkatkan perekonomian masyarakat nelayan. Selain itu, dalam pemberdayaan ekonomi rumah tangga nelayan bahwa peran perempuan sangat mempengaruhi terhadap aktivitas penangkapan ikan masyarakat nelayan di Pasar Laban. Peran istri nelayan berinisiatif bekerja menambah pendapatan keluarga dipicu oleh kondisi buruk yang selalu dihadapi nelayan seperti pengumpul kerang-kerangan, pengolah hasil ikan, pembersih perahu yang baru mendarat, pengumpul nener, membuat/memperbaiki jaring, pedagang ikan dan membuka warung Untuk pemberdayaan ekonomi rumah tangga nelayan juga didukung oleh adanya lembaga sosial yang spontan berdiri atas swadaya masyarakat sendiri. Organisasi sosial atau semacam kelompok sosial yang dibentuk bersama-sama secara swadaya namun tidak tergabung dalam wadah yang formal. Wadah ini tersebut terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang mendirikan. Selain itu juga terdapat tradisi julo-julo untuk membantu nelayan lain. Daftar Pustaka Alimuddin, M. Ridwan, 2005, Orang Mandar Orang Laut: Kebudayaan bahari Mandar Mengaruni Gelombang Perubahan zaman, Jakarta: KPG bekerjasama dengan yayasan Adikarya IKAPI Altman, Irwin, et.all, (ed), 1980, Human Behavior and Environment Advances in Theory and Research, New York an London: Plenum Press. Dahuri, Rokhmin, dkk, 2004, Budaya Bahari: Sebuah Apresiasi di Cirebon, Jakarta: Perum Percetakan Negara RI. Dirjen Kebudayaan Depdikbud, 1997, Budaya Kerja Nelayan Indonesia di Jawa Timur, Jakarta: CV Bupara Nugraha Harian Haluan Padang Sumatera Barat, 4 April 2001, Artikel Potensi Kelautan Indonesia Iskandar, Meiwita B. dan Siti Rochmawati Darwisyah, 1999, Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Kesehatan Masyarakat Rentan, Jakarta: Pusat Komunikasi Berspektif Jender.

Minggu, 17 April 2011

(Hanya) wanita Menjual Kecantikan!!!

“Aku baru bangun tidur. Tadi mimpi meludahi muka Julia Perex, Dewi Bersisik, Dewi Tersandra, Asmirondho, Titi Kumal, Naysila Murtad, Maiyat Estianti, Marsandal, Mulan Jamahlah, dan Agnes Mounikah”. (Sms dari Teman saya, Bejo) “Wanita anggun jarang membuat sejarah”. (Anita Borg) “Cantik Itu Luka”. (Eka Kurniawan, Sastrawan) Esai ini bukan hanya riak-riak kecil dari bukuku yang akan terbit, “BEHIND THE SCENES” (Jakarta—Prestasi Pustaka, 2009), kisah tentang posisi selebritis dalam kapitalisme hiburan—(sebenarnya) juga dalam pertarungan kelas antara rakyat yang dimiskinkan dengan selebritis yang semakin pamer kemewahan dalam tatanan kapitalisme yang kian timpang! Esai ini hanyalah ungkapan sentimentil. Barangkali! Intinya, kita dituntut untuk berpikir secara filsafati untuk melihat berbagai ekspresi budaya dan mencari makna dari dialektika material yang sebenarnya… Julia Perex dan Dewi Bersisik Seperti temanku Bejo, terus terang aku juga semakin muak dengan sederetan artis seperti Julia Perex, Dewi Bersisik, Luya Mana, Cinta Lora, dll, yang hanya mirip boneka bodoh yang menjual kecentilan. Maafkan aku dengan perasaan ini! Bagi kamu yang gak sependapat denganku, tidak apa-apa tak sepakat. Tapi aku punya pendapatku sendiri tentang nilai dan ukuran... ukuran tentang peran dan posisi seseorang yang hidup dalam pergulatan hidup di era kapitalisme ini. Aku terpaksa menilai mereka. Ya... karena mereka yang tiap hari ‘nongol’ di depan kita, berusaha menularkan nilai mereka. Jadi sebut saja tulisan ini adalah perang nilai dan perang ideologi. Perang antara tulisan-tulisanku yang mendeligitimasi peran para enterteiner yang parasit dalam budaya borjuis-kapitalis, dengan mereka yang ingin menanamkan ideologi kapitalis melalui nilai-nilai secara terus-menerus. Media mereka TV, majalah gaul, cabul, dan yang agak cabul... Nilai yang akan kudiskusikan adalah soal NILAI KECANTIKAN! Model=Domba Tolol Dewasa ini, kecantikan adalah nilai yang paling dipuja. Kontes kecantikan adalah salah satu contoh menyesatkan. Kontes ini membuat perempuan berpikir bahwa hal terpenting yang harus dikejar dalam hidup adalah menguasai tips kecantikan dan keahlian mencari jodoh. Lalu mereka menawarkan hadiah berupa beasiswa yang justru membuat keadaan sangat ironis karena para lelaki penonton acara kontes kecantikan itu rata-rata adalah penyuka perempuan yang bodoh. Menurut seorang pengamat relasi laki-laki-perempuan di Amerika, Serry Argov, kalau kita kritis sebenarnya kita akan perhatikan bahwa: “kontes kecantikan itu mirip banget sama pameran hewan ternak. Para peternak itu memamerkan sapi-sapi mereka dengan cara yang sama dengan para kontestan kecantikan. Mereka menggiring sapi…juara mereka ke tengah panggung di depan penonton dan para juri, dan mungkin bahkan memerintahkan sapi mereka beraksi sedikit di tengah panggung menunjukkan kebolehannya. Lalu, sapi-sapi yang menang akan diberi pita satin dengan nama gelar yang diperoleh berikut tahunnya”.[1] Banyak yang tentunya sepakat bahwa kemunduran perempuan salah satunya adalah karena kapitalisme-komersialisme yang membentuk cara berpikir kaum perempuan bahwa mereka hanya dapat menyandarkan eksistensi dirinya pada penampilan fisik. Sherry Argov melontarkan nasehat pada kaum perempuan ketika mereka ingin mendapatkan calon suami yang sejati: “Ketika laki-laki melihat kamu memakai pakaian yang terbuka, biasanya ia [laki-laki] akan berasumsi bahwa kamu nggak punya hal lain yang menarik dalam diri kamu... Ketika dia [laki-laki] melihat kamu berpakaian sangat minim, dia nggak akana mengingat betapa rendahnya tubuh kamu yang telanjang itu. Tapi dia akan segera berpikir tentang berapa banyak laki-laki yang pernah berhubungan sama kamu”.[2] Dalam hubungan kapitalistik, kepercayaan antara satu manusia satu dengan lainnya, termasuk antara laki-laki dan perempuan, semakin luntur karena kebanyakan orang frustasi akibat penindasan dan tekanan hidup hingga mereka semakin diracuni oleh pikiran bahwa satu-satunya hal yang dapat mewakili mereka dalam interaksi hanyalah modal dan ‘sesuatu’ yang dapat ditawarkan sebagaimana halnya transaksi dalam pasar. Ketika bertemu dengan perempuan bodoh yang hanya mengandalkan penampilan fisiknya, seorang laki-laki yang kaya mungkin akan berpikir: “Alah, apa arti kecantikanmu... dengan mudah aku dapat membelinya”—dengan membungkusnya dengan basa-basi perkawinan sang laki-laki pun bisa memiliki dan menguasai si perempuan cantik (bisa jadi perempuan ‘baik-baik’) di dalam rumah. Si perempuan sejak awal memang merasa mampu mendapatkan perlindungan dan keamanan finansial ketika mereka bisa menarik hati pria kaya. Pria kaya dan punya pengalaman kebebasan yang lumayan, mungkin sudah dapat menakhlukkan para perempuan lainnya tanpa harus menikah, dan dia tentu butuh seorang istri yang bisa diandalkan dirumah. Sementara itu, tak sedikit kaum perempuan yang memang mempersiapkan dirinya untuk mendapatkan pria kaya dengan cara memelihara dan meningkatkan modal kecantikan fisiknya. Tak sedikit di antara mereka yang juga sadar bahwa mereka tak melibatkan perasaan cinta saat menikah, tetapi memang semata-mata mencari keamanan finansial dan menjadi ‘social climber’—perempuan yang ingin naik kelas dengan bermodalkan kecantikan tubuh. Perempuan harus mempersiapkan kemampuan seolah ia ingin memiliki kapasitas yang dibutuhkan pria yang memang membutuhkan kepuasan seksual ketika berhubungan dengan perempuan. Seringkali perempuan dikasihtahu oleh majalah-majalah dan media bahwa untuk memenangkan hati laki-laki adalah lewat seks. Jual Keliaran, Seperti (Julia) Pereks Bacalah majalah-majalah atau buku-buku, misalnya artikel yang berjudul “100 Tips Seks yang Akan Membuatnya Liar”. Kebanyakan tulisan semacam itu sangatlah tolol dan benar-benar membuat perempuan tolol setelah membacanya. Para penulis artikel kacangan itu akan memberikan anjuran, misalnya: perempuan bisa membuat hubungan seks yang penuh petualangan yang membuatnya memberi kesan pada laki-laki sebagai ahli di ranjang. Contoh nasehat detail terhadap perempuan dari artikel semacam itu misalnya: Kamu selalu muncul dengan ‘lingerie’ yang bisa dimakan, goyangan seksual yang spektakuler, barang-barang berbahan lateks, akrobat di ranjang dengan borgol bulu-bulu, dan kamu juga bisa memasang lampu bola disko disamping ranjang agar kegiatan seksual romantis. Terus kamu mengikat tangan laki-laki, menyumpal mulut mereka dengan stocking-mu agar gairah seksual liar, dan memberi suara-suara atau lenguhan yang seksi seperti—misalnya—anjing menggonggong. Hanya perempuan yang menyadari bahwa seks dan kecantikan bukanlah satu-satunya modal, yang akan menyadari potensi lain dari keberadaannya. Potensi itu adalah seluruh tubuhnya, terutama pikiran maju dan penuh wawasan yang akan mengendalikan tindakannya untuk menunjukkan bahwa dirinya bisa lepas dari kebiasaan-kebiasaan baru. Perempuan semacam ini sadar bahwa dia juga harus mendapatkan ruang yang lapang untuk terus belajar dan berperan dalam masyarakanya. Hidupnya bukan hanya untuk mengurusi dirinya sendiri, misalnya hanya sibuk merekayasa penampilan agar banyak orang lain yang kagum terhadap dirinya hanya karena ia menonjol di bidang itu. Kita seringkali menjumpai perempuan yang bergelimang popularitas seperti perempuan artis-selebritis yang dikagumi banyak orang dan mendapatkan kepuasan individual dalam kehidupan hari-harinya, bahakn selalu mampu memenuhi kebutuhan individualnya dengan mudah dan hidup mewah. Kita bisa mengatakan bahwa perempuan semacam itu memiliki posisi di ruang publik karena ketenarannya, tetapi kebanyakan perempuan semacam itu sesungguhnya sama sekali tak dapat diandalkan dalam urusan publik yang serius, dengan kemampuan daya pikirnya yang terbatas dan dangkal. Lihatlah, tiap hari kita disuguhi lontaran-lontaran gampangan, dangkal, dan kacangan dari para perempuan penghibur semacam itu di acara infoteinmen (gosip) yang ditayangkan hampir setiap jam. Bahkan kalau mau jujur ungkapan-ungkapan mereka juga ikut mempelopori kemunduran cara pandang dan kesadaran kaum perempuan di maasyarakat—karena bagaimanapun mereka adalah tokoh publik. Apa yang diberikan bagi kesadaran perempuan untuk lepas dari penindasan dari mulut selebritis seperti Julia Perez, Dewi Persik, Agnes Monica, Cinta Laura dan lain-lainnya? Hubungan Palsu Oh, kayaknya saya terlalu menggambarkan perempuan-perempuan murahan yang berusaha direproduksi kapitalisme. Laki-laki yang membangun hubungan secara serius dengan perempuan memang tak suka ketika seorang perempuan bersikap terlalu artifisial, laki-laki bahkan resah dan kawatir tentang siapa dirinya sebenarnya dan apa motivasi serta tujuan perempuan itu. Biasanya, laki-laki akan berpikir bahwa semua yang dikenakan perempuan itu adalah untuk menjebaknya. Tentu kita juga akan mengatakan bahwa laki-laki yang hanya memanfaatkan kelemahan perempuan adalah laki-laki yang tidak memiliki nilai yang dipegang dalam membangun hubungan. Karena dia hanya main-main, karena tak percaya pada nilai. Atau tak berusaha memperjuangkannya. Laki-laki kaya juga akan cenderung mewakili hubungannya dengan kekayaannya, artinya di situlah dia telah memanipulasi dirinya. Kepemilikanlah yang menjadi wakil dari eksistensi dirinya. Ketika kualitasnya jelek, ia mengandalkan materi dan kepemilikannya untuk menarik orang lain agar mau berhubungan dengannya, terutama perempuan-perempuan yang begitu mudah tergoda dengan mater—perempuan-perempuan parasit yang tidak mandiri dan hanya mengandalkan perlindungan laki-laki dan orang lain. Kecantikan yang dijual adalah seba-sebab retaknya hubungan rumahtangga. Suami-suami tanpa sepengetahuan istri, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, sangat tertarik dengan perempuan-perempuan yang lebih muda. Dan cara pandang laki-laki semacam itu tampaknya dipenuhi oleh kebutuhan pasar: dari acara yang paling ‘gaul’ hingga yang paling ilmiah seperti seminar seakan harus menyediakan perempuan muda yang cantik dan seksi. Yang menginginkan bukan perempuan, tetapi jelas untuk memenuhi kebutuhan laki-laki yang ingin sekedar ‘cuci mata’ hingga mengajak perempuan-perempuan SPG yang mau diajak kencan itu. Inilah masyarakat yang tidak adil dan bias gender. Kebutuhan laki-laki untuk selingkuh dan serong—baik dengan perempuan pelacur kelas bawah maupun kelas atas—difasilitasi. Untuk perempuan tidak difasilitasi, karena hanya laki-lakilah yang seakan wajar jika “berzina”—sementara perempuan yang ingin cerai karena memang tidak betah dengan hubungan yang menindas dan tak berkualitas dalam pernikahannya, ia tak boleh cerai tanpa persetujuan si suami. Dan ketika se perempuan ketahuan lebih memilih laki-laki lain yang memang dicintainya, maka ia disebut perempuan “gatal” atau tidak pantas melakukan hal itu. Seakan mendua bagi laki-laki dianggap wajar, sementara perempuan yang tak pernah mendua dan lebih memilih dianggap terkutuk. Kebutuhan laki-laki untuk selingkuh dengan kilat dapat difasilitasi di hotel-hotel, massage/panti pijat, bar-bar, night club, barber shop, salon-salon, billiard center, dan lokasi-likasi lain. Langganannya adalah pria dan bukan wanita. Hotel-hotel juga memfasilitasi laki-laki yang selingkuh dengan perempuan non-pelacur dengan tidak menanyakan surat nikah ketika sepasang laki-laki perempuan check-in. Dan memang kebanyakan bisnis hotel memang mengandalkan pada konsumen yang berupa pasangan tidak sah menurut agama ini. Maka dari kisah di atas saya sebenarnya ingin menegaskan tesis yang tak terbantahkan bahwa lebih banyak laki-laki yang curang, serong, dan selingkuh daripada perempuan. Kenapa? Karena kondisi masyarakat yang bias-gender memfasilitasi dan mendukung laki-laki untuk serong, baik dari sudut pandang agama (poligami) maupun budaya, hingga dilihat dari aspek sosio-ekonomi.

filsafat cinta

Oleh:Nurani Soyomukti Seorang pemikir Mazhab Frankfurt Erich Fromm dalam bukunya yang berjudul “The Art Of Loving” menegaskan pentingnya relevansi Cinta untuk menjadi solusi bagi masyarakat kapitalis modern yang telah terdisintegrasi oleh ketimpangan sosial. Bagi Fromm, disintegrasi itu adalah cerminan dari eksistensi manusia yang tidak dapat mengatasi keterpisahan (separateness) ketika cinta itu sendiri tidak mungkin dibahas tanpa menganalisa eksistensi manusia itu sendiri. Menurut Fromm, ”teori apapun tentang cinta harus mulai dengan teori tentang manusia, tentang eksistensi manusia”. Peradaban yang baik ditentukan oleh hubungan manusia yang dihiasi dengan penuh perhatian (mutual understanding) dan penghormatan. Fromm, misalnya, memberikan contoh mengenai hubungan dua orang yang sedang jatuh cinta. Tentunya mereka berdua saling memperhatikan. Dan cinta mereka bisa menyatukan individu dalam sebuah integrasi sosial. Cinta tidak membedakan ras, suku bangsa, agama, dan kelas sosial karena cinta membuat segalanya menjadi mungkin. Cinta adalah jawaban bagi problem eksistensi manusia yang berasal secara alamiah dari kebutuhan untuk mengatasi keterpisahan dan “meninggalkan penjara kesepian”. Tetapi penyatuan dalam cinta melebihi suatu simbiosis karena “cinta yang dewasa adalah penyatuan di dalam kondisi tetap memelihara integritas seseorang, individualitas seseorang”. Cinta adalah kekuatan aktif dalam diri manusia, kekuatan “yang meruntuhkan tembok yang memisahkan manusia dari sesamanya”. Sayangnya Cinta di era kapitalisme sekarang hanya menjadi barang dagangan (komoditas). Begitu banyaknya kisah cinta kacangan diumbar dalam lagu-lagu, sinetron, dan lain-lainnya. Karenanya komersialisasi Cinta semacam itu justru menunjukkan bahwa kata cinta dan prakteknya dalam hubungan sosial mengalami degradasi. Atas kondisi semacam itulah buku ”Memahami Filsafat Cinta” ini keluar dari hati ”nurani” penulisnya, Nurani Soyomukti, seorang psikoanalis kebudayaan yang selalu konsisten menggugat budaya kapitalis dalam setiap tulisan-tulisannya. Begitu ”PD” (percaya diri) Si Penulis, ketika ia membuka buku ini dengan kalimat pembuka: ”Buku ini tak layak dibaca oleh mereka yang tak percaya pada Cinta” (hlm. 1). Ternyata uraian di dalam buku ini juga sepadan dengan pernyataan itu. Penulis sepakat dengan Fromm bahwa cinta adalah maalah eksistensi manusia yang dibentuk oleh kondisi sosial. Cinta hanya akan dapat dijelaskan dengan menganalisa manusia dan menelisik bagaimana hubungan sosial dibangun. Dengan memanfaatkan pemikiran Karl Marx dalam ”Manuskrip Ekonomi dan Filsafat”, Nurani begitu tegas menyatakan bahwa kepalsuan Cinta berawal dari alienasi (keterasingan) manusia dalam berhubungan. Tentu saja, dari pandangan maerialisme dialektis, keterasingan itu dapat dijelaskan secara objektif dari hubungan produksi kapitalis yang menindas dan menyengsarakan. Cinta pada akhirnya menjadi seruan moral dari para orang-orang munafik agar yang kaya membantu yang miskin tanpa mempertimbangkan bagaimana kekayaan yang didapat sesungguhnya diperoleh dari hubungan eksploitatif yang dilakukan terhadap orang-orang kaya. Itulah yang menjadikan buku ini tak lebih dari tulisan-tulisan filosofis Marx yang dibahasakan dengan cara bertutur seorang Nurani. Terus terang belum banyak orang yang memahami arti filsafat Marx, karena Marx selama ini lebih banyak dianggap sebagai ’penjahat” hanya karena praktek diktatorisme komunis di beberapa negara—yang tentu saja lepas dari kesalahan Marx dan banyak faktor yang perlu dijelaskan, terutama karena serangan kapitalis dan deligitimasinya (’black-propaganda’) terhadap sosialisme-komunisme yang cukup berhasil. Hanya sedikit yang tahu bagaimana Marx sesungguhnya seorang yang humanis dan romantis, serta konsisten dalam perjuangan kemanusiaan. Sebagaimana kita tahu dari buku ini yang banyak mngutip Marx, dalam filsafatnya ternyata banyak uraian Marx yang berbicara maalah Cinta dan kepercayaan yang bisa dibangun oleh manusia. Cita-cita Marx adalah: ”… Kemudian cinta hanya dapat ditukar dengan cinta, kepercayaan dengan kepercayaan..” (hlm. 22). Tentu cita-cita akan datangnya cinta sejati dalam hubungan social dianggap oleh penulis akan terjadi jika kapitalisme dapa dihancurkan dan tatanan demokratis telah muncul. Buktinya, kapitalismelah yang begitu agresif menggelorakan cinta hanya sebagai ilusi, hanya “sebagai kata-kata, bukan tindakan konkrit”. Lihat saja, beberapa waktu lalu demam film “Ayat-Ayat Cinta” (AAC) menunjukkan bahwa kata “Cinta” benar-benar masih menjadi magnet bagi banyak orang, terutama remaja dan kaum muda. Tetapi sudahkah mereka memahami filsafat Cinta itu sendiri ataukah mereka hanya menjalani hubungan cinta yang dangkal dan tidak menunjukkan hakekat kemanusiaan itu sendiri. Cinta bukanlah kata-kata, tetapi adalah tindakan konkrit yang diejawantahkan dalam kehidupan nyata. Demikianlah, buku ini adalah risalah Cinta yang sangat penting: renungan seorang filsuf muda yang telah menghasilkan berbagai karya (buku dan catatan-catatan budaya), Nurani Soyomukti. Dengan menawarkan konsep Cinta yang akan membawa Anda pada pemahaman tentang cinta tang mendalam dan bermakna dalam hubungan antar manusia, buku ini menawarkan universalisasi hubungan Cinta. Lebih dari sekedar buku yang memberikan kiat-kiat membangun hubungan cinta eksklusif (pacaran dan pernikahan), buku ini mengkonstruksi sebuah pemahaman yang sangat utuh dan reflektif. Membaca uraian kata-kata yang mencerahkan tetapi dikemas dengan bahasa yang tidak terlalu berat ini, memang akan membuat kita menemukan hal-hal baru yang disampaikan secara sentimental oleh Nurani. Maka inilah buku filsafat Cinta yang akan membawa kita pada pemahaman komprehensif tentang Cinta dan kisah kasih yang Anda jalin dalam kehidupan ini. Reflektif, humanis, enlighten, dan kaya akan landasan teoritik... Inilah ‘Ayat-Ayat Cinta Universal’ itu!***

perubahan sosial

William F. Ogburn dalam Moore (2002), berusaha memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan. Sorokin (1957), berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan sosial tidak akan berhasil baik. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990). Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial. Pendapat tersebut dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan bukan warisan karena keturunan (Davis, 1960). Apabila diambil definisi kebudayaan menurut Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan kebudayaan dalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur tersebut. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya. Untuk mempelajari perubahan pada masyarakat, perlu diketahui sebab-sebab yang melatari terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab terjadinya suatu perubahan masyarakat, mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan. Menurut Soekanto (1990), penyebab perubahan sosial dalam suatu masyarakat dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor dari dalam dan luar. Faktor penyebab yang berasal dari dalam masyarakat sendiri antara lain bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk, penemuan baru, pertentangan dalam masyarakat, terjadinya pemberontakan atau revolusi. Sedangkan faktor penyebab dari luar masyarakat adalah lingkungan fisik sekitar, peperangan, pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

Kesetaraan Jender Memaknai Keadilan dari Perspektif Islam

Keadilan adalah gagasan paling sentral sekaligus tujuan tertinggi yang diajarkan setiap agama dan kemanusiaan dalam upaya meraih cita-cita manusia dalam kehidupan bersamanya. Abu Bakar al Razi (wafat 865 M), pemikir besar Islam pada masanya, menegaskan, "Tujuan tertinggi kita diciptakan dan ke mana kita diarahkan bukanlah kegembiraan atas kesenangan fisik, tetapi pencapaian ilmu pengetahuan dan praktik keadilan." Jauh sebelumnya filsuf klasik Aristoteles mengemukakan, "Keadilan adalah kebajikan tertinggi yang di dalamnya setiap kebajikan dimengerti." Dalam konteks Islam, sentralitas ide keadilan dibuktikan melalui penyebutannya di dalam Al Quran lebih dari 50 kali dalam beragam bentuk. Di samping menggunakan kata al รข€™Adl, kitab suci tersebut juga menggunakan kata lain yang maknanya identik dengan keadilan, seperti al qisth, al wasath (tengah), al mizan (seimbang), al sawa/al musawah (sama/persamaan), dan al matsil (setara). Lebih dari itu keadilan menjadi nama bagi Tuhan dan tugas utama kenabian. Teks-teks suci Islam yang di dalamnya disebut kata adil atau keadilan memperlihatkan bahwa ia merupakan gabungan nilai moral dan sosial yang menunjukkan kejujuran, keseimbangan, kesetaraan, kebajikan, dan kesederhanaan. Nilai moral ini menjadi inti visi agama yang harus direalisasikan manusia dalam kapasitasnya sebagai individu, keluarga, anggota komunitas, maupun penyelenggara negara. Antonim keadilan adalah kezaliman (al zhulm), tirani (al thugyan), dan penyimpangan (al jawr). Hal ini menunjukkan keadilan memiliki dua sisi yang harus diperjuangkan simultan: menciptakan moralitas kemanusiaan yang luhur dan menghapuskan segala bentuk penderitaan. Keadilan bagi perempuan Keadilan secara umum didefinisikan sebagai "menempatkan sesuatu secara proporsional" dan "memberikan hak kepada pemiliknya". Definisi ini memperlihatkan, dia selalu berkaitan dengan pemenuhan hak seseorang atas orang lain yang seharusnya dia terima tanpa diminta karena hak itu ada dan menjadi miliknya. Dalam konteks relasi jender, wujud pemenuhan hak atas perempuan masih merupakan problem kemanusiaan yang serius. Realitas sosial, kebudayaan, ekonomi dan politik masih menempatkan perempuan sebagai entitas yang direndahkan. Persepsi kebudayaan masih melekatkan stereotipe yang merendahkan, mendiskriminasi dan memarjinalkan mereka. Satu-satunya potensi perempuan yang dipersepsi kebudayaan adalah tubuhnya. Pandangan ini pada gilirannya mendasari perspektif kebudayaan tubuh perempuan seakan sah dieksploitasi, secara intelektual, ekonomi dan seksual, melalui beragam cara dan bentuknya di ruang privat maupun publik. Laporan Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan tahun 2006 yang membukukan 22.350 kasus kekerasan terhadap kaum perempuan. Demikianlah perempuan masih menjadi korban kebudayaan yang dirumuskan berdasarkan ideologi patriarkhis dan serba maskulin. Maka, keadilan bagi perempuan tampak masih sebatas sebagai retorika. Lalu ke arah mana perempuan korban ketidakadilan tersebut harus diakhiri? Gagal memenuhi Komunitas dunia sepakat, ketidakadilan harus diakhiri melalui diktum hukum, termasuk fikih. Hal yang diidealkan dari hukum adalah keputusannya memastikan tercapainya keadilan substansial. Tetapi, produk perundangan dan fikih tidak selamanya melahirkan keadilan bagi korban (perempuan). Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), misalnya, belum mengafirmasi keadilan bagi perempuan. Dalam konteks Islam, menarik mengemukakan pandangan ahli hukum Islam klasik; Ibnu al Qayyim al Jauziyah (w. 1350 M). Dia mengatakan, tidak masuk akal jika hukum Islam menciptakan ketidakadilan, meskipun dengan mengatasnamakan teks ketuhanan. Jika ini terjadi, pastilah pemaknaan dan rumusan hukum positif tersebut mengandung kekeliruan. Dia juga mengatakan keadilan manusia harus diusahakan dari mana pun ia ditemukan karena ia juga adalah keadilan Tuhan yang hanya untuk tujuan itulah hukum Tuhan diturunkan. Dengan begitu, interpretasi dan pemaknaan atas teks ketuhanan yang tidak mampu menangkap esensi keadilan harus diluruskan. Pandangan ini juga bisa menjadi rujukan bagi hukum positif lain. Suara korban Kegagalan instrumen hukum memenuhi keadilan bagi perempuan lebih disebabkan masih kokohnya pengaruh persepsi dan konstruksi kebudayaan patriarkhis. Adalah niscaya di atas premis kebudayaan dan tradisi ini terminologi hukum dan kebijakan publik, termasuk postulat fikih, harus dibangun. Dari sinilah kita perlu membangun kembali makna keadilan berdasarkan konteks sosial baru dan dengan paradigma keadilan substantif sebagaimana sudah dikemukakan pada awal tulisan. Penyusunan makna keadilan bagi perempuan dalam konteks ini harus didasarkan pada dan dengan mendengarkan pengalaman perempuan korban. Pemenuhan keadilan bagaimanapun hanya dapat tercapai jika kebudayaan dan tradisi masyarakat menunjukkan pemihakannya kepada korban. Hal lain yang lebih mendasar adalah pemaknaan keadilan bagi perempuan harus didasarkan pada paradigma hak asasi manusia. Bagi saya, hak asasi manusia bukan saja sejalan melainkan menjadi tujuan keputusan Tuhan. Perempuan dalam paradigma ini memiliki seluruh potensi kemanusiaan sebagaimana yang dimiliki laki-laki. Dari sini konstruksi sosial baru yang menjamin keadilan jender diharapkan lahir menjadi basis pendefinisian kembali pranata sosial, regulasi, kebijakan politik, dan ekonomi, tidak terkecuali fikih. Kesimpulan uraian di atas adalah keadilan bagi perempuan mutlak dimaknai kembali sejalan dengan prinsip kemanusiaan, karena keadilan sendiri adalah kemanusiaan.

Perspektif Jender Dalam Islam

Oleh: Kuni Khairunnisa Diskursus gender dalam agenda feminisme kontemporer banyak memfokuskan pada persamaan hak, partisipasi perempuan dalam kerja, pendidikan, kebebasan seksual maupun hak reproduksi. Sejak abad 17 hingga 21 perjuangan feminis telah mencapai pasang surut dan mengalami perluasan wilayah tuntutan dan agenda perjuangan yang jauh lebih rumit bahkan menuntut satu studi khusus terhadap wacana ini. Dari kubu pro dan kontra feminisme, dari kritikan dan kecaman yang terlontar, Islam diantaranya yang paling mendapat banyak sorotan dalam kaitannya terhadap status dan aturan yang diberikan agama ini terhadap kaum perempuan. Hegemoni Islam terhadap perempuan muslim di negara-negara Islam terlihat jelas dalam dalam praktek keseharian di panggung kehidupan, dimana kaum perempuan mendapat kesulitan dalam bergaul, mengekpresikan kebebasan individunya, terkungkung oleh aturan yang sangat membatasi ruang kerja dan gerak dinamisnya, bahkan suaranyapun tidak berarti layaknya seorang warga negara atau anggota masyarakat atau hak seorang inddividu. Fenomena ini terlihat jelas di negara-negara ketiga (baca: berkembang) yang notabenenya adalah negara Islam. Namun benarkah demikian? atau justru Islam yang menginspirasikan munculnya gerakan feminisme masa lalu dan menyuarakan persamaan hak antar laki-laki dan perempuan yang hidup dalam kondisi kronis pada masa itu? Mendiskusikan kaitan feminisme dan Islam tak akan kita lepaskan dari kehadiran Qur’an sebagai buku petunjuk samawi yang secara komprehensif dan lugas memaparkan hak asasi perempuan dan laki-laki yang sama, hak itu meliputi hak dalam beribadah, keyakinan, pendidikan, potensi spiritual, hak sebagai manusia, dan eksistensi menyeluruh pada hampir semua sektor kehidupan. Di antara 114 surat yang terkandung di dalamnya terdapat satu surat yang didedikasikan untuk perempuan secara khusus memuat dengan lengkap hak asasi perempuan dan aturan-aturan yang mengatur bagaimana seharusnya perempuan berlaku di dalam lembaga pernikahan, keluarga dan sektor kehidupan. Surat ini dikenal dengan surat An-nisa’, dan tidak satupun surat secara khusus ditujukan kepada kaum laki-laki. Lebih jauh lagi, Islam datang sebagai revolusi yang mengeliminasi diskriminasi kaum Jahiliyah atas perempuan dengan pemberian hak warisan, menegaskan persamaan status dan hak dengan laki-laki, pelarangan nikah tanpa jaminan hukum bagi perempuan dan mengeluarkan aturan pernikahan yang mengangkat derajat perempuan masa itu dan perceraian yang manusiawi. Maka bergantilah era represif masa pra-Islam berlalu dengan kedatangan agama nabi Muhammad saw. yang mengembalikan perempuan sebagai manusia utuh setelah mengalami hidup dalam kondisi yang mengenaskan tanpa kredibilitas apapun dan hanya sebagai komoditi tanpa nilai. Penghargaan Islam atas eksistensi perempuan ditauladankan dalam sisi-sisi kehidupan nabi Muhammad saw. terhadap istri-istri beliau, anak maupuan hubungan beliau dengan perempuan di masyarakatnya. Kondisi dinamis perempuan masa risalah tercermin dalam kajian-kajian yang dipimpin langsung Rasulullah yang melibatkan para sahabat dan perempuan dalam satu majlis. Terlihat jelas bagaimana perempuan masa itu mendapatkan hak untuk menimba ilmu, mengkritik, bersuara, berpendapat dan atas permintaan muslimah sendiri meminta Rasul satu majlis terpisah untuk mendapat kesempatan lebih banyak berdialog dan berdiskusi dengan Rasulullah. Terlihat juga dari geliat aktifitas perempuan sahabat rasullullah dalam panggung bisnis, politik, pendidikan, keagamaan dan sosial, dan ikut serta dalam peperangan dengan sektor yang mereka mampu melakukan. Sirah kehidupan istri-istri Rasul pun mengindikasikan aktifitas aktif dimana Ummul mukminin Khadijah ra. adalah salah satu kampiun bisnis pada masa itu, Aisyah ra. adalah perawi hadis dan banyak memberikan fatwa karena kecerdasannya. Bahkan hawa feminispun telah terdengar dari suara-suara protes dan pertanyaan yang diajukan Ummu Salamah ra. atas eksistensi perempuan. Dari sini terlihat bahwa era risalah telah mengubur masa penetrasi kaum laki-laki atas wanita dan mengganti dengan masa yang lebih segar bagi perjalanan hidup perempuan selanjutnya. Sejarah awal Islam telah memaparkan kenyatan bahwa Islam justru mendorong dan mengangkat kemuliaan perempuan yang belum pernah diberikan sebelumnya oleh suku bangsa manapun sebelumnya dan peradaban tua sebelum Islam. Meski demikian hal di atas tidak membebaskan Islam dari stereotip Barat tentang perlakuan institusi ini terhadap perempuan. Dimana perempuan dikebiri hak asasinya untuk maju dan berkembang, melakukan aktifitas di luar rumah, mengaktualisasikan kemampuannya dan terhalangi oleh aturan-aturan kaku Islam yang justru mendorong perempuan untuk terjerat dalam mata rantai tugas-tugas domistik dari dapur, sumur, kasur, mengurus anak dan hal-hal yang jauh dari penghargaan. Terjadinya kasus tindak kekerasan yang minimpa kaum wanita, tidak adanya perlindungan kerja dan kecilnya peluang pertisipasi perempuan di sektor politik, pelayanan publik dan fasilitas khusus untuk perempuan dalam pendidikan, kesehatan, dan sosial.

MENGUAK ISU KESETARAAN GENDER DALAM ISLAM

1. Iftitah Salah satu fenomena yang tengah kita rasakan saat ini adalah isu "Kesetaraan Gender". Perempuan di masa lalu sangatlah berbeda dengan zaman era globalisasi seperti sekarang ini. Kita harus mengakui bahwa datangnya agama Islam telah mengangkat derajat kaum wanita dan menempatkan posisinya dengan mulia. Perempuan di mata Islam mempunyai titik-titik kesamaan dengan pria. Disamping itu juga memiliki perbedaan yang semua sesuai dengan fitrah (penciptaan manusia). Munculnya gerakan feminisme atau gerakan emansipasi wanita mulanya tumbuh di Barat abad ke-18. Feminisme adalah gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum pria dan wanita. 2. Sekilas menggali makna Gender Kata “Gender” seringkali dimaknai salah dengan pengertian "jenis kelamin" seperti halnya seks, sebetulnya arti itu kurang tepat. Secara terminologi, Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial dan budaya. Gender juga sering berargumen bahwa tidak ada manusia yang diberi status hak istimewa atas dasar jenis kelamin, yang menjadi dasar adalah kemampuan. Terbentuknya Gender Differences (perbedaan gender) dikarenakan oleh beberapa hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan konstruksi secara sosial/kultural melalui ajaran agama atau Negara. Perbedaan gender tersebut ternyata mengantarkan ketidakadilan gender. Nah, ketidakadilan yang dilahirkan oleh perbedaan gender inilah sesungguhnya yang sedang digugat. Dalam Islam sendiri tidak pernah mentolerir adanya perbedaan/perlakuan diskriminasi diantara umat manusia. Adapun prinsip kesetaraan tersebut adalah : - Perempuan dan Laki-laki sama sebagai hamba Allah - Perempuan dan laki-laki sebagai khalifah di bumi - Perempuan dan laki-laki sama-sama berpotensi dalam meraih prestasi Tapi, mengapa muncul ketidakadilan terhadap perempuan dengan dalil Agama? Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya : a. Keyakinan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, sehingga perempuan dianggap sebagai makhluk kedua yang tidak akan mungkin ada tanpa kehadiran laki-laki. Karenanya keberadaan perempuan sebagai pelengkap dan diciptakan hanya untuk tunduk di bawah kekuasaan laki-laki. b. Keyakinan bahwa perempuan sebagai sumber dari terusirnya manusia (laki-laki) dari syurga, bahkan lebih jauh lagi perempuan dianggap sebagai sumber malapetaka. Al qur’an sendiri tidak mengajarkan diskriminasi antara laki-laki dan perempuan sebagai manusia. Di hadapan Allah laki-laki dan perempuan mempunyai derajat dan kedudukan yang sama. Yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan mereka. Namun diantara keduanya ada batasan-batasan yang tidak semua wanita bisa melakukan seperti apa yang dilakukan oleh laki-laki, begitu juga sebaliknya. Islam tidak melarang wanita bekerja, Islam juga mengharuskan wanita untuk mencari ilmu sama dengan kewajiban laki-laki. Yang tentunya harus sesuai dengan kodratnya dan tidak bertentangan dengan larangan Allah dan Rasul-Nya. Begitu juga seorang wanita berhak untuk dipilih dan memilih dalam perpolitikan. Mereka juga berhak untuk bergerak dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya. Sama halnya dalam konsep kepemimpinan (Qawwamah) pria atas wanita. Sebagaimana Firman Allah dalam QS.An-Nisa’ 34 : “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita). karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. Ayat di atas menerangkan bahwa keutamaan pria atas wanita dilihat dari satu sisi khusus, sehingga pria mampu dalam hal kepemimpinan dan hal ini bukanlah sebuah keutamaan mutlak. Karena di sisi lain, wanita mempunyai keutamaan yang lain. Dalam Syariat Islam banyak rukhsah atau kemudahan bagi wanita. Hal ini bukan berarti menunjukkan rendahnya kedudukan perempuan. Karena hal ini ditujukan semata-mata untuk menjalankan perintah dan ketaatan kepada-Nya. 3.Penutup Jadi,persamaan ini memang ada dalam Islam,tetapi tidak sama dengan persamaan yang dipersepsikan oleh orang-orang Barat. Karena persamaan Gender dalam Islam adalah penghormatan terhadap kaum wanita, yang lebih dikenal dengan taklif syar’i. Dan inilah hakekat persamaan dalam Islam. Sebagaimana tercantum dalam QS.At-Taubah : 71 Artinya: ”Dan orang-orang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagaimana mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat Alaoh, sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”. Ayat ini menjelaskan bahwa adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan berarti persamaan secara mutlak. Dan tentunya harus sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist serta tidak mengekor pada budaya-budaya Barat yang jelas-jelas melenceng dari Al-Qur’an dan Hadist. Demikian uraian singkat ini, semoga bermanfaat dan dapat memperkaya pengetahuan kita. Dan hanya pada Allah SWT jualah kita mohon petunjuk. Wallahua’lam….

unsur hara di dalam tanah(makro dan mikro)

Beberapa Unsur Hara Yang Dibutuhkan Tanaman : Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Belerang (S), Besi (Fe), Mangan (Mn), Boron (B), Mo, Tembaga (Cu), Seng (Zn) dan Klor (Cl). Unsur hara tersebut tergolong unsur hara Essensial. Berdasarkan jumlah kebutuhannya bagi tanaman, dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Unsur Hara Makro Unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar Unsur Hara Mikro Unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah kecil Unsur Hara Makro Unsur hara makro meliputi: N P K Ca Mg S Unsur Hara Mikro Unsur hara mikro meliputi : Fe Mn B Mo Cu Zn Cl Fungsi Unsur Hara Makro (n-p-k) Banyak para hobiis dan pencinta tanaman hias, bertanya tentang komposisi kandungan pupuk dan prosentase kandungan N, P dan K yang tepat untuk tanaman yang bibit, remaja atau dewasa/indukan. Berikut ini adalah fungsi-fungsi masing-masing unsur tersebut : Nitrogen ( N ) -Merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan -Merupakan bagian dari sel ( organ ) tanaman itu sendiri -Berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman -Merangsang pertumbuhan vegetatif ( warna hijau ) seperti daun -Tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya : pertumbuhan lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daun-daun tua cepat menguning dan mati. Phospat ( P ) -Berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman -Merangsang pembungaan dan pembuahan -Merangsang pertumbuhan akar -Merangsang pembentukan biji -Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel -Tanaman yang kekurangan unsur P gejaalanya : pembentukan buah/dan biji berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau kemerahan ( kurang sehat ) Kalium ( K ) -Berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan mineral termasuk air. -Meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap penyakit -Tanaman yang kekurangan unsur K gejalanya : batang dan daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar dan sehat, ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk daun. UNSUR HARA MIKRO YANG DIBUTUHKAN TANAMAN Unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah kecil antara lain Besi(Fe), Mangaan(Mn), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Molibden (Mo), Boron (B), Klor(Cl). Berikut tuilsan dari Setio Budi Wiharto (09417/PN) dari UGM Jogjakarta. A. Besi (Fe) Besi (Fe) merupakan unsure mikro yang diserap dalam bentuk ion feri (Fe3+) ataupun fero (Fe2+). Fe dapat diserap dalam bentuk khelat (ikatan logam dengan bahan organik). Mineral Fe antara lain olivin (Mg, Fe)2SiO, pirit, siderit (FeCO3), gutit (FeOOH), magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3) dan ilmenit (FeTiO3) Besi dapat juga diserap dalam bentuk khelat, sehingga pupuk Fe dibuat dalam bentuk khelat. Khelat Fe yang biasa digunakan adalah Fe-EDTA, Fe-DTPA dan khelat yang lain. Fe dalam tanaman sekitar 80% yang terdapat dalam kloroplas atau sitoplasma. Penyerapan Fe lewat daundianggap lebih cepat dibandingkan dengan penyerapan lewat akar, terutama pada tanaman yang mengalami defisiensi Fe. Dengan demikian pemupukan lewat daun sering diduga lebih ekonomis dan efisien. Fungsi Fe antara lain sebagai penyusun klorofil, protein, enzim, dan berperanan dalam perkembangan kloroplas. Sitokrom merupakan enzim yang mengandung Fe porfirin. Kerja katalase dan peroksidase digambarkan secara ringkas sebagai berikut: a. Catalase : H2O + H2O O2 + 2H2O b. Peroksidase : AH2 + H2O A + H2O Fungsi lain Fe ialah sebagai pelaksana pemindahan electron dalam proses metabolisme. Proses tersebut misalnya reduksi N2, reduktase solfat, reduktase nitrat. Kekurangan Fe menyebabakan terhambatnya pembentukan klorofil dan akhirnya juga penyusunan protein menjadi tidak sempurna Defisiensi Fe menyebabkan kenaikan kaadar asam amino pada daun dan penurunan jumlah ribosom secara drastic. Penurunan kadar pigmen dan protein dapat disebabkan oleh kekurangan Fe. Juga akan mengakibatkan pengurangan aktivitas semua enzim. B. Mangaan (Mn) Mangaan diserap dalam bentuk ion Mn++. Seperti hara mikro lainnya, Mn dianggap dapat diserap dalam bentuk kompleks khelat dan pemupukan Mn sering disemprotkan lewat daun. Mn dalam tanaman tidak dapat bergerak atau beralih tempat dari logam yang satu ke organ lain yang membutuhkan. Mangaan terdapat dalam tanah berbentuk senyawa oksida, karbonat dan silikat dengan nama pyrolusit (MnO2), manganit (MnO(OH)), rhodochrosit (MnCO3) dan rhodoinit (MnSiO3). Mn umumnya terdapat dalam batuan primer, terutama dalam bahan ferro magnesium. Mn dilepaskan dari batuan karena proses pelapukan batuan. Hasil pelapukan batuan adalah mineral sekunder terutama pyrolusit (MnO2) dan manganit (MnO(OH)). Kadar Mn dalam tanah berkisar antara 300 smpai 2000 ppm. Bentuk Mn dapat berupa kation Mn++ atau mangan oksida, baik bervalensi dua maupun valensi empat. Penggenangan dan pengeringan yang berarti reduksi dan oksidasi pada tanah berpengaruh terhadap valensi Mn. Mn merupakan penyusun ribosom dan juga mengaktifkan polimerase, sintesis protein, karbohidrat. Berperan sebagai activator bagi sejumlah enzim utama dalam siklus krebs, dibutuhkan untuk fungsi fotosintetik yang normal dalam kloroplas,ada indikasi dibutuhkan dalam sintesis klorofil. Defisiensi unsure Mn antara lain : pada tanaman berdaun lebar, interveinal chlorosis pada daun muda mirip kekahatan Fe tapi lebih banyak menyebar sampai ke daun yang lebih tua, pada serealia bercak-bercak warna keabu-abuan sampai kecoklatan dan garis-garis pada bagian tengah dan pangkal daun muda, split seed pada tanaman lupin. C. Seng (Zn) Zn diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn++ dan dalam tanah alkalis mungkin diserap dalam bentuk monovalen Zn(OH)+. Di samping itu, Zn diserap dalm bentuk kompleks khelat, misalnya Zn-EDTA. Seperti unsure mikro lain, Zn dapat diserap lewat daun. Kadr Zn dalam tanah berkisar antara 16-300 ppm, sedangkan kadar Zn dalam tanaman berkisar antara 20-70 ppm. Mineral Zn yang ada dalam tanah antara lain sulfida (ZnS), spalerit [(ZnFe)S], smithzonte (ZnCO3), zinkit (ZnO), wellemit (ZnSiO3 dan ZnSiO4). Fungsi Zn antara lain : pengaktif enim anolase, aldolase, asam oksalat dekarboksilase, lesitimase,sistein desulfihidrase, histidin deaminase, super okside demutase (SOD), dehidrogenase, karbon anhidrase, proteinase dan peptidase. Juga berperan dalam biosintesis auxin, pemanjangan sel dan ruas batang. Ketersediaan Zn menurun dengan naiknya pH, pengapuran yang berlebihan sering menyebabkan ketersediaaan Zn menurun. Tanah yang mempunyai pH tinggi sering menunjukkan adanya gejala defisiensi Zn, terytama pada tanah berkapur. Adapun gejala defisiensi Zn antara lain : tanaman kerdil, ruas-ruas batang memendek, daun mengecil dan mengumpul (resetting) dan klorosis pada daun-daun muda dan intermedier serta adanya nekrosis. D. Tembaga (Cu) Tembaga (Cu) diserap dalam bentuk ion Cu++ dan mungkin dapat diserap dalam bentuk senyaewa kompleks organik, misalnya Cu-EDTA (Cu-ethilen diamine tetra acetate acid) dan Cu-DTPA (Cu diethilen triamine penta acetate acid). Dalam getah tanaman bik dalam xylem maupun floem hampir semua Cu membentuk kompleks senyawa dengan asam amino. Cu dalam akar tanaman dan dalam xylem > 99% dalam bentuk kompleks. Dalam tanah, Cu berbentuk senyawa dengan S, O, CO3 dan SiO4 misalnya kalkosit (Cu2S), kovelit (CuS), kalkopirit (CuFeS2), borinit (Cu5FeS4), luvigit (Cu3AsS4), tetrahidrit [(Cu,Fe)12SO4S3)], kufirit (Cu2O), sinorit (CuO), malasit [Cu2(OH)2CO3], adirit [(Cu3(OH)2(CO3)], brosanit [Cu4(OH)6SO4]. Kebanyakan Cu terdapat dalam kloroplas (>50%) dan diikat oleh plastosianin. Senyawa ini mempunyai berat molekul sekitar 10.000 dan masing-masing molekul mengandung satu atom Cu. Hara mikro Cu berpengaruh pafda klorofil, karotenoid, plastokuinon dan plastosianin. Fungsi dan peranan Cu antara lain : mengaktifkan enzim sitokrom-oksidase, askorbit-oksidase, asam butirat-fenolase dan laktase. Berperan dalam metabolisme protein dan karbohidrat, berperan terhadap perkembangan tanaman generatif, berperan terhadap fiksasi N secara simbiotis dan penyusunan lignin.Adapun gejala defisiensi / kekurangan Cu antara lain : pembungaan dan pembuahan terganggu, warna daun muda kuning dan kerdil, daun-daun lemah, layu dan pucuk mongering serta batang dan tangkai daun lemah. E. Molibden (Mo) Molibden diserap dalam bentuk ion MoO4-. Variasi antara titik kritik dengan toksis relatif besar. Bila tanaman terlalu tinggi, selain toksis bagi tanaman juga berbahaya bagi hewan yang memakannya. Hal ini agak berbeda dengan sifat hara mikro yang lain. Pada daun kapas, kadar Mo sering sekitar 1500 ppm. Umumnya tanah mineral cukup mengandung Mo. Mineral lempung yang terdapat di dalam tanah antara lain molibderit (MoS), powellit (CaMo)3.8H2O. Molibdenum (Mo) dalam larutan sebagai kation ataupun anion. Pada tanah gambut atau tanah organik sering terlihat adanya gejala defisiensi Mo. Walaupun demikian dengan senyawa organik Mo membentuk senyawa khelat yang melindungi Mo dari pencucian air. Tanah yang disawahkan menyebabkan kenaikan ketersediaan Mo dalam tanah. Hal ini disebabkan karena dilepaskannya Mo dari ikatan Fe (III) oksida menjadi Fe (II) oksida hidrat. Fungsi Mo dalam tanaman adalah mengaktifkan enzim nitrogenase, nitrat reduktase dan xantine oksidase. Gejala yang timbul karena kekurangan Mo hampir menyerupai kekurangan N. Kekurangan Mo dapat menghambat pertumbuhan tanaman, daun menjadi pucat dan mati dan pembentukan bunga terlambat. Gejala defisiensi Mo dimulai dari daun tengah dan daun bawah. Daun menjadi kering kelayuan, tepi daun menggulung dan daun umumnya sempit. Bila defisiensi berat, maka lamina hanya terbentuk sedikit sehingga kelihatan tulang-tulang daun lebih dominan. F. Boron (B) Boron dalam tanah terutama sebagai asam borat (H2BO3) dan kadarnya berkisar antara 7-80 ppm. Boron dalam tanah umumnya berupa ion borat hidrat B(OH)4-. Boron yang tersedia untuk tanaman hanya sekitar 5%dari kadar total boron dalam tanah. Boron ditransportasikan dari larutan tanah ke akar tanaman melalui proses aliran masa dan difusi. Selain itu, boron sering terdapat dalam bentuk senyawa organik. Boron juga banyak terjerap dalam kisi mineral lempung melalui proses substitusi isomorfik dengan Al3+ dan atau Si4+. Mineral dalam tanah yang mengandung boron antara lain turmalin (H2MgNaAl3(BO)2Si4O2)O20 yang mengandung 3%-4% boron. Mineral tersebut terbentuk dari batuan asam dan sedimen yang telah mengalami metomorfosis. Mineral lain yang mengandung boron adalah kernit (Na2B4O7.4H2O), kolamit (Ca2B6O11.5H2O), uleksit (NaCaB5O9.8H2O) dan aksinat. Boron diikat kuat oleh mineral tanah, terutama seskuioksida (Al2O3 + Fe2O3). Fungsi boron dalam tanaman antara lain berperanan dalam metabolisme asam nukleat, karbohidrat, protein, fenol dan auksin. Di samping itu boron juga berperan dalam pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel, permeabilitas membran, dan perkecambahan serbuk sari. Gejal defisiensi hara mikro ini antara lain : pertumbuhan terhambat pada jaringan meristematik (pucuk akar), mati pucuk (die back), mobilitas rendah, buah yang sedang berkembang sngat rentan, mudah terserang penyakit. G.Klor(Cl) Klor merupakan unsure yang diserap dalam bentuk ion Cl- oleh akar tanaman dan dapat diserap pula berupa gas atau larutan oleh bagian atas tanaman, misalnya daun. Kadar Cl dalam tanaman sekitar 2000-20.000 ppm berat tanaman kering. Kadar Cl yang terbaik pada tanaman adalah antara 340-1200 ppm dan dianggap masih dalam kisaran hara mikro. Klor dalam tanah tidak diikat oleh mineral, sehingga sangat mobil dan mudah tercuci oleh air draiinase. Sumber Cl sering berasal dari air hujan, oleh karena itu, hara Cl kebanyakan bukan menimbulkan defisiensi, tetapi justru menimbulkan masalah keracunan tanaman. Klor berfungsi sebagai pemindah hara tanaman, meningkatkan osmose sel, mencegah kehilangan air yang tidak seimbang, memperbaiki penyerapan ion lain,untuk tanaman kelapa dan kelapa sawit dianggap hara makro yang penting. Juga berperan dalam fotosistem II dari proses fotosintesis, khususnya dalam evolusi oksigen. Adapun defisiensi klor adalh antara lain : pola percabangan akar abnormal, gejala wilting (daun lemah dan layu), warna keemasan (bronzing) pada daun, pada tanaman kol daun berbentuk mangkuk.

politani pangkep

politani pangkep